Idul Adha merupakan hari besar yang penting dalam kalender Islam selain Idul Fitri. Kata lain untuk menyebut nya adalah Hari Raya Kurban, yang lebih mudah untuk menggambarkan bahwa hari tersebut ditandai dengan penyembelihan binatang ternak (bahimah al-an'am) yang dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.

Selain itu, sebuah gambaran yang tertanam selama puluhan tahun adalah kaum berpunya menyumbangkan seekor sapi atau lebih untuk masjid ini dan surau itu. Dari kepala negara hingga orang biasa berbondong-bondong membawa hewan korban untuk dipamerkan, yang disampaikan secara simbolik dengan menyerahkan seutas tali sapi pada pengurus tempat ibadah.
Dengan senang hati, media merekam peristiwa tersebut sehingga masyarakat bisa menyaksikan pagelaran kedermawanan. Secara arkeologis, persembahan binatang untuk sebuah upacara keagamaan telah lama dipraktikkan manusia. Demikian pula pengalaman Nabi Ibrahim mengandaikan itu, meskipun secara semantik kurban itu hanya simbo untuk menunjukkan sebuah ketaatan total.

Sekarang, upacara yang sama tetap berjalan berupa penyembelihan ternak yang selalu tampak meriah disambut warga setempat. Pembagian daging membuat penerima berseri, apatah lagi bagi mereka yang jarang mengonsumsi daging dalam menu sehari-hari. Ritual hari raya tersebut secara sempurna menggabungkan relasi vertikal, salat dan pembacaan takbir sebagai pengagungan Allah, dan horizontal, pembagian daging korban sebagai kepedulian terhadap sesama.

Di sini, kesalehan ritual dan sosial seperti dua sisi mata uang. Keduanya tak perlu dilebihkan di atas yang lain hanya karena tak jarang yang pertama kadang lebih mudah dilihat sebagai ibadah yang paling utama, sementara yang terakhir tidak.

Sebaliknya, seseorang tak perlu terjebak dengan wacana agama etik yang kadang menihilkan praktik formal keagamaan. Sebab, perlu diakui bahwa kesadaran substantif itu hanya digenggam segelintir orang. Bagaimanapun formalitas itu telah menggerakkan tindakan filantropi dan secara langsung manfaatnya dirasakan oleh khalayak.

Meraup Semangat Berkorban

Salah satu keutamaan dari kurban, yang harus diperhatikan adalah hewan itu cukup umur, gemuk, dan tidak cacat. Pesan ini secara tersirat mengandaikan pemeliharaan yang memadai terhadap binatang ternak secara profesional.Tentu, ia terkait dengan banyak hal, seperti dukungan dinas pertanian dan peternakan, serta ahli manajemen.

Pendek kata, ia bukan hanya urusan akhirat, yang secara formal diidentikkan dengan tugas pengawal agama, tetapi juga duniawi, yang biasanya dilekatkan pada orang awam. Dengan kata lain, tanggung jawab agama terhadap kemanusiaan harus dipikul bersama sehingga tak ada sekelompok orang yang dengan congkak memonopoli tugas kebajikan atas nama Tuhan berkeliaran di jalanan.

Tiga hari sesudah Hari Raya Kurban diharamkan berpuasa. Ini menunjukkan bahwa agama peduli dengan kebutuhan manusia yang mengandaikan keperluan fisik dan rohani. Asketisme dalam agama bukan menampik kebutuhan tubuh dan abai terhadap kehendak sosial di mana masyarakat berkumpul menikmati hidangan sambil bercengkerama.

Justru, dengan keseimbangan ini diharapkan kebersamaan akan terus lestari karena keperluan ragawi mendorong manusia untuk bekerja dan merawat hubungan keakraban dengan orang lain. Sekaligus, keseimbangan ini membelajarkan manusia untuk tidak melulu melihat kebaikan itu bersifat rohani, melainkan juga hal-ihwal badani. Selain itu, Idul Adha juga merupakan puncak dari ibadah haji.

Jika sebelumnya kaum muslim melaksanakan banyak ibadah untuk mendekatkan dengan Tuhan, maka akhirnya mereka harus kembali pulang, mengurusi masalah kemanusiaan. Peristiwa Isra Mikraj juga mengajarkan hal yang sama, di mana Muhammad tidak kemudian tetap berada di langit, namun turun ke bumi untuk menuntaskan risalahnya. Kebajikan seperti ini ditunjukkan seorang tokoh sufi besar, Ibn Arabi, yang tak hanya berasyik-masyuk dengan Tuhan, tetapi juga peduli dengan fakir miskin dengan menghibahkan rumahnya untuk mereka.

Modal Sosial

Modal sosial merupakan jaringan sosial dan sikap manusia untuk bekerja sama, yang bisa muncul dalam pelbagai cara, seperti kewajiban (duty), penghormatan dan kesetiaan, solidaritas, kepercayaan dan pelayanan. Proses ritual korban mengandaikan semua unsur itu. Mungkin tak ada orang kaya yang tidak pernah alpa berkurban karena mata awas masyarakat sekelilingnya.

Tak hanya itu, tata cara berkait perkongsian, 7 orang untuk seekor lembu, tentu menyuburkan ikatan emosional karena kepedulian terhadap sesama telah menjadi tanggung jawab bersama. Pembagian daging kurban tentu melukiskan pelayanan yang sempurna karena mereka yang terlibat tak berharap pamrih.Para bapak menyembelih dan menguliti hewan yang dikurbankan dan para ibu memotongnya untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik.

Dalam Alquran Surat Al-Haj ayat 28 diterakan bahwa daging kurban itu bisa dimakan oleh yang berkurban, dan terutama untuk dibagikan pada orang susah, fakir miskin. Hakikatnya, tujuan akhir dari ritual ini adalah kepedulian terhadap sesama. Dibandingkan ibadah yang lain, ritual kurban mempunyai signifikansi yang luas karena mempunyai cerita (untuk tidak menyebutnya mitos) yang bisa menggugah anak-anak hingga orang dewasa dan melibatkan banyak orang terlibat di dalamnya.

Dari uraian di atas, mungkin pesan lain pelayanan itu tidak terhenti pada hari raya dan tasyrik, tetapi lebih jauh momen korban mendorong kesadaran ini sebagai produktivitas. Upaya beberapa lembaga amil zakat (LAZ)-seperti LAZ Yaumil, PT Badak LNG Bontang Kalimantan Timur-yang bergiat dalam pemberdayaan masyarakat melalui peternakan. Dengan usaha ini diharapkan daerah Bontang akan berswasembada daging.

Pembinaan yang dilakukan badan tersebut dengan tujuan akhir agar peserta bisa mandiri, dan tentu akan memberikan peluang yang lain untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Tentu, banyak lembaga lain yang menjalankan hal serupa namun demikian, pertanggungjawaban harus bisa diakses orang ramai, sebagaimana kita dengan mudah melihat perkembangan dan kemajuan mustahik (penerima "amanah" lembu untuk diternakkan) dan telah diaudit laporannya dalam website.

Semakin banyak lembaga seperti ini tumbuh, semakin banyak ikhtiar untuk merawat modal sosial. Dampak dari penguatan ini, sebagaimana Francis Fukuyama (2000) tegaskan, akan mengikis kerenggangan ikatan masyarakat dan kebangkrutan sosial. Semoga!(*)

Ahmad Sahidah
Postdoctoral Research Fellow di Universitas Sains Malaysia  

Opini Okezone 26 November 2009


Miss Universe 2010 merupakan sebuah kontes Miss Universe yang ke-59 yang akan diadakan pada bulan September 2010, sebelumnya Miss Universe 2009, diraih oleh Stefanía Fernández dari Venezuela, inlah contestant Miss Universe 2010 yang di ikuti oleh 20 peserta telah terpilih untuk mengikuti Miss Universe 2010 :

1.Priscilla Lee Negara Asal Aruba Umur 21 Tahun tinggi badan 180 cm Kota Ponton

2. Claudia Arce Negara Asal Bolivia Umur 18 Tahun tinggi badan 171 cm Kota Sucre

3. Safira de Wit Negara Asal Curaçao Umur 19 Tahun tinggi 181 cm Kota Willemstad

4. Nanuka Gogichaishvili Negara Asal Georgia Umur 20 Tahun tinggi 177 cm Kota Tbilisi

5. Qory Sandioriva Negara Asal Indonesia Umur 18 Tahun tinggi 173 cm Kota Jakarta

6. Magdalena Dubik Negara Asal Islandia Umur 22 Tahun tinggi 175 cm Kota Reykjavik

7. Symbat Madyarova Negara Asal Kazakhstan Umur 18 Tahun tinggi 175 cm Kota Almaty







8. Josephina Nuñez Negara Asal Kep. Virgin Britania Umur 21 Tahun tinggi 175 cm Kota Road Town

9. Natalia Navarro Negara Asal Kolombia Umur 22 Tahun tinggi 179 cm Kota Barranquilla

10. Kim Joo-Ri Negara Asal Kim Joo-Ri Umur 21 Tahun tinggi 171 cm Kota
Seoul
11. Dalysha Doorga Negara Asal Mauritius Umur 22 Tahun tinggi 173 cm Kota Goodlands

12. Ximena Navarrete Negara Asal Meksiko Umur 21 Tahun tinggi 174 cm Kota Guadalajara

13. Nikolina Lon?ar Negara Asal Montenegro Umur 22 Tahun tinggi 175 cm Kota Pljevlja

14. Maria Nowakowska Negara Asal Polandia Umur 22 Tahun tinggi 175 cm Kota Legnica

15. Mariana Vicente Negara Asal Puerto Riko Umur 20 Tahun tinggi 174 cm Kota Rio Grande

16. Lidija Koci? Negara Asal Serbia Umur 22 Tahun tinggi 180 cm Kota Belgrade

17. Demetra Olympiou Negara Asal Serbia Umur 22 Tahun tinggi 173 cm Kota Larnaca

18. Linda Fäh Negara Asal Swiss Umur 21 Tahun tinggi 177 cm Kota Benken

19. La Toya Woods Negara Asal Trinidad & Tobago Umur 24 Tahun tinggi 177 cm Kota Couva

20. Marelisa Gibson Negara Asal Venezuela Umur 21 Tahun tinggi 178 cm Kota Caracas




Khaeron Sirin
Dosen Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Quran Jakarta

Ibadah haji adalah ibadah yang sarat dengan makna. Ia dipenuhi dengan simbol-simbol ritual yang mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa tertentu yang dialami oleh Nabi Ibrahim, istrinya Hajar dan anaknya Ismail, juga pertemuan antara Adam dan Hawa di Jabal Rahmah (bukit kasih-sayang), padang Arafah. Sebuah ibadah yang penuh pengabdian, penyerahan, kepasrahan, dan ketaatan diri kepada Allah Swt.
Dari sekian simbolisasi ritual ibadah haji, kurban adalah simbolisasi klimaks dari rangkaian ujian berat yang dialami oleh Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya Ismail, hingga akhirnya Allah menggantinya dengan seekor hewan sembelihan. Dinamakan kurban, karena momentum 'penyembelihan' oleh Nabi Ibrahim merupakan simbol untuk mendekatkan diri (qurban) kepada Sang Pencipta, dengan cara menyerahkan segala yang kita miliki dan kita cintai.

Teologi kurban
Setidaknya, ada tiga peristiwa yang melandasi syariat kurban bagi kita, yaitu peristiwa yang dialami Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad Saw. Di zaman Nabi Adam, kurban dilaksanakan oleh kedua putranya, yaitu Qabil dan Habil. Di mana kekayaan yang dimiliki oleh Qabil mewakili kelompok petani, sedang Habil mewakili kelompok peternak. Saat itu, sudah ada perintah, siapa yang memiliki harta banyak maka sebagian hartanya dikeluarkan untuk kurban. Sebagai petani, Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya. Sebagai peternak, Habil mengeluarkan hewan-hewan ternaknya untuk kurban.

Selanjutnya, harta yang dikurbankan itu disimpan di suatu tempat, yaitu di Padang Arafah, yang sekarang menjadi tapak tilas bagi para jamaah haji. Tetapi, kurban yang dilakukan, baik oleh Qabil maupun Habil, ternyata memiliki sifat berbeda. Akhirnya, kurban Habil di terima Allah Swt, karena dia mengeluarkan sebagian hartanya yang bagus-bagus dan ikhlas. Sementara itu, Qabil mengeluarkan sebagian hartanya yang jelek-jelek dan terpaksa sehingga ditolak oleh Allah Swt (QS Al-Maidah: 27).

Di zaman Nabi Ibrahim, kurban lebih merupakan pengorbanan dan perjuangan hidup yang dialaminya bersama istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Ismail. Saat itu, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah Swt agar meninggalkan Siti Hajar dan putranya yang baru lahir, untuk menemui istri pertamanya, Siti Sarah, yang berada di Yerussalem. Ketika itu, Siti Hajar kehabisan makanan serta air, dan harus berjuang keras untuk mempertahankan hidup diri dan anaknya. Ia naik ke bukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh kali.

Peristiwa ini oleh Alquran diabadikan sebagai bagian dari ritual ibadah haji, yaitu Sai. Puncaknya, Allah Swt memberi ujian kepada Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail (QS Al-Shaffat: 102). Karena ketabahan dan keikhlasannya, Nabi Ibrahim akhirnya bisa melewati ujian berat tersebut sehingga Allah menggantinya, dengan seekor binatang sembelihan. Pengorbanan, keteguhan, dan kesabaran mereka kemudian diabadikan oleh Allah Swt dalam firman-Nya (QS Al-Shaffat: 103-107).

Sedangkan di zaman Nabi Muhammad Saw, kurban merupakan tapak tilas dari dua sejarah kurban di atas yang diabadikan dalam Alquran dan disyariatkan kepada kita. Dalam hal ini, kurban di zaman Nabi Muhammad Saw hingga kini merupakan ibadah vertikal dan sosial, dengan cara mengorbankan sebagian harta lewat sembelihan hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt (QS Al-Maidah: 27) dan untuk mendapatkan ridha serta mensyukuri nikmat yang diberikan Allah Swt (QS Al-Kaustar: 1-3).

Spirit kurban
Ibadah kurban merupakan syariat yang sarat dengan nilai dan makna. Sebab, selain ibadah ini berorientasi menggembirakan fakir miskin dengan membagi-bagikan daging kurban, juga menunjukkan adanya bukti keimanan, kepasrahan, dan kebaikan si pribadi yang melaksanakannya kepada sesama. Kurban juga merupakan simbolisasi klimaks dari rangkaian ujian berat yang dialami oleh Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, karena melibatkan fisik, emosi, akal, dan keyakinan. Tapi, inilah ujian sebenarnya, yang disebut jihad akbar, yaitu jihad melawan kemauan dan egoisme diri, yang justru seringkali menguasai manusia, baik secara individu maupun kelompok. Ketika egoisme diri dan kelompok menguasai diri manusia, ketika itulah manusia melupakan Tuhan dan mengabaikan ajaran-ajaran-Nya.

Dari sinilah, pengorbanan Nabi Ibrahim perlu diteladani oleh kita untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, sekaligus memperkokoh dan memupuk kesetiaan sosial dalam membangun bangsa. Dalam hal ini, ibadah kurban adalah momen yang sangat penting bagi umat Islam, yang tidak sekadar untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), tapi juga untuk merekatkan tali sosial di antara manusia (taqarrub ila al-nas), melalui medium kurban.

Kurban di tengah bencana
Secara simbolis, berbagai bencana yang tengah melanda negeri ini, seperti gempa di Sumatra Barat, adalah rangkaian ujian kolektif yang harus dilewati bangsa ini.

Tanpa kita inginkan, semua itu datang begitu saja. Korban pun berjatuhan, baik jiwa maupun harta benda. Nilai-nilai kebersamaan, persatuan, tanggung jawab, dan solidaritas bangsa ini pun tengah menjadi 'taruhan' dalam melewati ujian tersebut. Inilah ujian sebenarnya yang tengah dialami bangsa kita saat ini. Ujian yang tidak sekadar melibatkan penderitaan fisik, tetapi juga penderitaan batin anak manusia, sebagaimana dialami oleh Ibrahim dan keluarganya. Hanya dengan ketabahan, keikhlasan, dan keyakinannya itulah, Nabi Ibrahim akhirnya bisa melewati ujian berat tersebut.

Karena itulah, momentum Idul Adha kali ini perlu diorientasikan pada nilai-nilai sosiologis sejauh kondisi sosial masyarakat membutuhkannya. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga hal yang bisa direnungkan dan dilakukan dalam menghadapi berbagai musibah yang melanda negeri ini.

Pertama, kondisi memprihatinkan yang berkepanjangan harus dihadapi dengan optimisme dan keyakinan bahwa Allah-lah Sang Pengatur semua kehidupan. Ini berarti bahwa penderitaan yang kita alami dan perjuangan yang kita lakukan saat ini, harus berangkat dari hati yang suci dan yakin akan kemahahadiran Allah Swt dalam jiwa kita. Inilah yang disimbolisasikan dengan penderitaan dan perjuangan Siti Hajar bersama anaknya, Ismail. Dengan bekal keyakinan kepada Allah, seperti dipesankan oleh Ibrahim, Siti Hajar berjalan dan berlari dari bukit Shafa ke bukit Marwa demi mengobati tangis dahaga Ismail yang amat sangat. Di sinilah manusia pada akhirnya akan memperoleh hasil sesuai dengan usaha, pengorbanan, dan keikhlasannya (QS Al-Najm: 39). Inilah prinsip dasar manusia dalam menjalani kehidupan.

Kedua, kesulitan-kesulitan hidup bukanlah alasan bagi kita untuk tidak mau berkorban bagi kemaslahatan atau kebaikan orang lain. Hal inilah yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan diri dan anaknya (Ismail) demi kecintaannya kepada Allah Swt. Tentunya, di saat sebagian masyarakat tertimpa bencana dan berusaha keluar dari penderitaan, harus ada pihak-pihak yang ikhlas dan rela berkorban. Mereka yang secara ekonomi berlebih, harus mau berkorban untuk mereka yang kekurangan. Lebih dari itu, pengorbanan bisa berarti berupaya menjaga nama baik orang lain dan harkat martabat bangsa, serta meredam segala emosi dan ambisi kekuasaan demi kelangsungan hidup bersama.

Ketiga, pentingnya persatuan, kesatuan, dan kebersamaan untuk mengatasi persoalan-persoalan masyarakat dan bangsa. Karena itu, dalam kondisi seperti ini, segenap bangsa harus bisa meminimalisasi sikap dan perilaku yang egois, apatis, kontraproduktif, dan cenderung memecah belah menuju semangat persatuan, kebersamaan, dan tanggung jawab.

Inilah kurban yang sebenarnya bagi bangsa ini. Kurban tidak dimaknai hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga untuk merekatkan tali sosial di antara manusia.

Ini pula yang menjadi pokok eksistensial manusia seutuhnya, yang tercermin dalam tapak tilas kurban Nabi Ibrahim. Maka, momentum kurban kali ini seharusnya menyadarkan kita akan hakikat persatuan, kebersamaan, solidaritas, pengorbanan, dan tanggung jawab kolektif dalam melewati penderitaan hidup. Allahu akbar wa lillahi al-hamd.

Opini Republika 25 November 2009


ANTIKLIMAKS, barangkali, merupakan ungkapan yang tepat dinisbatkan kepada pidato Presiden SBY pasca dikeluarkannya Laporan dan Rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atau yang dikenal dengan Tim 8. Berbeda dengan laporan dan rekomendasi Tim 8 yang diapresiasi banyak pihak sebagai masukan yang bernas dan progresif, tanggapan SBY terhadap rekomendasi itu justru menimbulkan polemik baru karena dianggap multitafsir, bahkan terkesan membingungkan.
Jika rekomendasi bernas Tim 8 menutup peluang untuk ditafsirkan lain, pidato SBY justru berpotensi menimbulkan komplikasi masalah baru. Terutama karena pidatonya berpotensi ditafsirkan secara manipulatif oleh pihak-pihak yang terkait langsung, seperti kepolisian dan kejaksaan.

Berdasar reaksi masyarakat yang di-release di media massa, pidato SBY hanya dipandang jelas terkait penghentian proses hukum Bibit dan Chandra. Itu pun disertai indikasi penyelesaian model out of court settlement, sebagaimana dipopulerkan SBY sehari sebelumnya, sesuatu yang kemudian menjadi kontroversi, mengingat istilah tersebut tidak lazim dipakai dalam hukum acara pidana.

Berbagai spekulasi muncul terhadap ketidakparalelan antara pidato SBY dan rekomendasi Tim 8 tersebut. Salah satunya adalah track record politik SBY selama ini yang sering terlihat gamang dalam membuat keputusan penting yang berdampak luar biasa terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut hemat penulis, situasi tidak ''gayung bersambut" antara presiden dan Tim 8, antara lain, disebabkan ''ketidaktepatan bacaan" presiden terhadap kerangka logis dan sistematika rekomendasi Tim 8, yang secara lugas disampaikan Anies Baswedan (salah seorang anggota Tim 8) dalam wawancara dengan salah satu televisi swasta sebelum pidato presiden disampaikan.

Kurang lebih Anies Baswedan waktu itu mengingatkan bahwa untuk membaca laporan dan rekomendasi Tim 8, dibutuhkan pembacaan yang utuh, terutama terhadap kerangka logis dan sistematika yang mendasarinya. Kerangka logis dan sistematika itulah sebenarnya yang menjadi dasar seluruh konstruksi rekomendasi, dari hal-hal yang sangat substansial sampai dengan tata urutan rekomendasi yang kelihatannya sepele.

Penjelasan yang dikemukakan Anies Baswedan setidaknya memberikan hint penting. Bukan hanya urutan rekomendasi yang sedapat-dapatnya dihindarkan dari pembolak-balikan urutan, tetapi juga mengakomodasi sebagian dan mengacuhkan yang lain, bisa mengakibatkan rusaknya konstruksi bangunan rekomendasi secara keseluruhan.

Berdasar keterangan Anies Baswedan serta bacaan terhadap dokumen, kerangka logis dan sistematika laporan dan rekomendasi Tim 8 tersusun sebagai berikut. Pertama, penghentian proses hukum terhadap Bibit dan Chandra. Kedua, penjatuhan sanksi terhadap sejumlah pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan terhadap Bibit dan Chandra, yang kemudian disarankan juga untuk ditindaklanjuti dengan reposisi personel dan reformasi institusional di kepolisian, kejaksaan, KPK, dan LPSK.

Ketiga, merefleksikan kasus Bibit dan Chandra, yang dikeruhkan dengan indikasi terlibatnya sejumlah aparat penegak hukum, yang disarankan dikenakan sanksi sebagaimana dicantumkan dalam rekomendasi nomor 2, Tim 8 kemudian merekomendasikan presiden untuk menuntaskan persoalan mafia peradilan, dengan melakukan prioritas program operasi pemberantasan makelar kasus (markus) di semua lini lembaga peradilan.

Keempat, setelah tiga rekomendasi sebelumnya, barulah Tim 8 masuk ke rekomendasi berikutnya, yaitu saran untuk penanganan kasus-kasus lainnya yang terkait, seperti kasus korupsi Masaro, proses hukum terhadap Susno Duadji dan Lucas terkait dana Budi Sampoerna di Bank Century, serta kasus pengadaan SKRT Departemen Kehutanan.

Kelima, saran Tim 8 kepada presiden untuk membentuk Komisi Negara yang akan mengoordinasi dan menyinergikan program menyeluruh untuk pembenahan lembaga-lembaga hukum.

Dari lima point tersebut terbaca, sistematika kerangka logis rekomendasi Tim 8 dimulai dari saran penghentian kasus pemicu utamanya, yaitu kasus Bibit dan Chandra, penuntasan kasus-kasus terkait, serta penindakan terhadap personel yang diduga terlibat dalam skenario pemaksaan proses hukum Bibit dan Chandra. Setelah itu, rekomendasi yang terkait dengan aspek kelembagaan berupa saran untuk pemberantasan mafia peradilan dan reformasi institusional yang bermuara pada dibentuknya sebuah Komisi Negara yang akan mengoordinasikan semua proses reformasi lembaga penegakan hukum.

Dengan mendedahkan kerangka logis dan sistematika rekomendasi Tim 8 di hadapan pidato SBY, terlihat bahwa respons SBY terhadap persoalan ''konflik" antarlembaga penegakan hukum, walau pada titik tertentu pararel atau berbasis rekomendasi Tim 8, secara mendasar sebenarnya gagal menangkap esensi terdalam rekomendasi itu. Adalah benar bahwa SBY, selain mengindikasikan pemberhentian proses hukum Bibit dan Chandra, juga mengemukakan hal-hal lain, seperti pernyataan komitmen pengusutan kasus Century dan reformasi bidang penegakan hukum. Tetapi, itu semua disampaikan dengan sporadis, tidak dibingkai dalam suatu penjelasan yang sistematis, dan yang terpenting, sebangun dengan kerangka logis dan sistematika rekomendasi Tim 8.

Kini, sebuah pertanyaan besar kembali menggelayut di benak masyarakat, benarkah ''ketidaktepatan bacaan" SBY atas rekomendasi yang terjadi? Atau sebenarnya SBY gamang menindaklanjuti beberapa point rekomendasi yang terlihat sangat progresif, yang jika diakomodasi, bisa menimbulkan reaksi balik (fight back) dari sejumlah institusi penegakan hukum yang selama ini sudah sangat terpojok dalam prahara penegakan hukum ini?

Yang jelas, apa pun jawaban yang benar di balik itu, drama perseteruan KPK versus Polri dan Kejaksaan Agung, yang begitu ''bergelora" pascarekomendasi Tim 8, menjadi antiklimaks oleh pidato Presiden SBY.

*). Hasrul Halili , kepala Divisi Korupsi dan Peradilan Pusat Kajian Antikorupsi dan dosen FH UGM
Opini Suara Merdeka, 25 November 2009

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/