Para pemimpin global dunia bersiap untuk saling bertemu di Kopenhagen, Denmark membahas penyelamatan planet Bumi yang semakin menua.

Namun salah satu agenda resmi pertemuan Kopenhagen ini sudah pasti akan membuat nama Indonesia kembali terkenal di dunia.

Tapi, jangan senang terlebih dahulu, pasalnya pertemuan ini akan membahas masalah pencemarang di sungai Citarum, Jawa Barat yang telah mendapatkan kategori sebagai ‘sungai paling terjorok’ di dunia.

Sungai Citarum, meski telah dibantu Asian Development Bank untuk dibersihkan dari segala bentuk sampah, bahan kimia dan kotoran manusia, sejak 5 Desember 2008, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan.

Aliran sungai Citarum, dimana para penduduk setempat mandi dan untuk air minum, telah dicemari oleh ribuan kubik limbah pabrik tektil dan rumah kumuh di pinggiran sungai setidaknya selama 20 tahun terakhir.

Seperti dikutip dari The Sun, tentu saja pencemaran di Sungai Citarum ini sama sekali tidak menguntungkan bagi para nelayan yang akhirnya alih profesi sebagai pemungut sampah di sepanjang aliran sungai ini.

Sungai Citarum mungkin terjorok, tapi yang paling diwaspadai, sungai ini merupakan penyedia dari 80% air di ibukota Indonesia, Jakarta. Nah miris bukan?[had]


Dalam bulan-bulan ini, pemerintah daerah (Pemda) disibukkan oleh penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010. Ada fenomena menarik terkait proses penyusunan APBD tersebut.

Fenomena ini sebenarnya bukan masalah baru. Tapi masalah klasik yang dari tahun ke tahun seringkali berulang. Karena sebagai suatu masalah dan berpotensi merugikan masyarakat, maka seharusnya menjadi perhatian bersama, terutama bagi Pemda.


Beberapa permasalahan yang mengiringi proses penyusunan APBD itu adalah : pertama, waktu penyusunan yang molor. Setiap tahun dijumpai daerah yang lamban dalam menyusun anggaran keuangan pemerintahannya.
Sebagai contoh, rancangan KUA dan PPAS melebihi waktu dari jadwal yang seharusnya disampaikan kepala daerah kepada DPRD yakni pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Demikian pula, draf RAPBD yang semestinya sudah harus diserahkan ke DPRD pada pekan pertama Oktober untuk dibahas, kenyataannya biasa molor yang akhirnya penetapannya juga molor.
Pada tahun lalu, sejumlah kabupaten/kota di Jateng diperingatkan Gubernur karena terlambat menyerahkan RAPBD 2009 ke Pemprov untuk dievaluasi.
Padahal, keterlambatan penyusunan APBD jelas merugikan masyarakat. Masyarakat yang semestinya sudah menerima anggaran pembangunan atau pelayanan publik terpaksa harus tertunda menunggu selesainya penetapan APBD.
Selain itu, Dana Alokasi Umum (DAU) daerah yang terlambat menetapkan APBD juga akan dipotong 25% oleh pemerintah pusat.
Dari sudut pandang perencanaan, keterlambatan penyusunan APBD merupakan sesuatu yang kurang masuk akal. Logikanya, bagaimana mungkin pemerintahan bisa berjalan tanpa ada acuan APBD?
APBD yang seharusnya sudah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan atau paling lambat tanggal 31 Desember, kenyataannya tak sedikit yang molor hingga berbulan-bulan. Selama APBD belum ditetapkan, daerah-daerah tersebut berjalan berpedoman pada apa? Secara de jure maupun formal administratif, landasan daerah yang terlambat menetapkan APBD itu bisa dikatakan lemah.
Kemungkinan molornya waktu penetapan APBD 2010 amat besar disebabkan pelantikan anggota DPRD periode 2009-2014 baru dilaksanakan pada sekitar Agustus lalu. Dasar hukum penyusunan tata tertib dan alat kelengkapan DPRD juga terlambat terbit, sehingga berdampak pada terlambatnya pembahasan RAPBD.
Defisit anggaran
Masalah kedua, persoalan anggaran yang tekor atau defisit anggaran. Defisit anggaran terjadi karena anggaran pendapatan pemerintah tidak mampu menutup anggaran belanjanya.
Misal, APBD 2010 Provinsi Jateng ditetapkan mengalami defisit Rp 154 miliar. Di Boyolali, perkiraan defisit anggaran mencapai Rp 52,6 miliar, lalu APBD 2010 Solo terancam tekor karena DAU hanya Rp 428 miliar, sedangkan gaji pegawai diperkirakan Rp 448 miliar.
Daerah yang mengalami defisit anggaran bisa jadi secara faktual memang tidak mampu menutup besarnya pengeluaran belanja daerah. Ada kemungkinan pula kondisi defisit tersebut “direkayasa” sebagai sarana untuk menekan pemerintah pusat agar menambah dana perimbangan atau dana kontingensi.
Tidak mudah menyusun APBD yang benar-benar bebas dari defisit ketika paradigma “besar pasak daripada tiang” dan terlalu menggantungkan bantuan dari eksternal masih menjadi pedoman dalam penyusunannya. Kenyataannya, daerah masih amat tergantung kepada sumber pembiayaan dari pemerintah pusat. Terbukti, sebagian besar penerimaan daerah berasal dari DAU dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Ketergantungan Pemda terhadap pusat menyebabkan kreativitas daerah terkadang terhambat.

Pemerintahan boros
Ketiga, minimnya semangat efisiensi. Berhubungan dengan persoalan defisit anggaran, pemerintahan yang terlalu boros akan cenderung menciptakan defisit.
Di Permendagri No 25/2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 juga telah disebutkan guna mencapai sasaran pembangunan, dalam penyusunan program dan kegiatan daerah wajib menerapkan prinsip-prinsip efisiensi.
Perjalanan dinas dan studi banding agar dibatasi frekuensi dan jumlah pesertanya serta dilakukan sesuai dengan substansi kebijakan yang sedang dirumuskan, yang hasilnya dilaporkan secara transparan dan akuntabel. Bahkan ditentukan pula pembatasan penganggaran untuk penyelenggaraan rapat-rapat yang dilaksanakan di luar kantor, workshop, seminar dan lokakarya.
Namun, kepatuhan terhadap aturan tertulis tersebut tampaknya masih jauh dari harapan. Lihat saja, tidak sedikit daerah yang justru melakukan pembahasan RAPBD-nya di luar daerah.
Mungkin anggaran yang dibutuhkan untuk membiayainya relatif kecil dibanding angka-angka yang dibahas, tapi bagaimana dengan semangat efisiensinya? Kurangnya sense of crisis Pemda juga terlihat dari tidak pekanya mereka atas kondisi masyarakat dan kondisi keuangan daerah. Sungguh ironis, meskipun masih banyak masyarakat yang terhimpit kesusahan ekonomi dan kondisi keuangan daerah yang terbatas, di beberapa daerah justru berencana memborong mobil dinas hingga miliaran rupiah.
Daerah semestinya memahami dan menempatkan prioritas pengalokasian anggarannya dengan tepat. Sebagaimana arahan Permendagri No 25/2009, masalah dan tantangan utama yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2010. Di antaranya adalah upaya untuk menanggulangi kemiskinan, meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, serta meningkatkan kualitas kesehatan.
Di bidang pendidikan misalnya, Pemda secara konsisten dan berkesinambungan perlu mengupayakan pengalokasian anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari belanja daerah.
Persoalan seputar penyusunan APBD yang keempat ialah kurang berpihaknya anggaran pemerintah kepada publik. Hampir semua APBD di Indonesia anggarannya mayoritas dialokasikan guna memenuhi belanja pegawai. Seperti untuk membayar gaji, tunjangan, honor dan uang lembur.
Biaya untuk belanja barang/jasa, perjalanan dinas, dan pemeliharaan gedung/kendaraan semakin memperbesar kebutuhan anggaran untuk pegawai. Belanja pegawai yang menyedot biaya besar berdampak pada kecilnya anggaran untuk publik. Kebanyakan daerah lebih dari 75% anggarannya digunakan dalam rangka membiayai internal birokrasi, sedangkan anggaran untuk pembangunan dan pelayanan publik relatif terbatas.
Seberapa jauh anggaran pemerintah berpihak pada publik, bisa diamati dari bagaimana pelayanan publik; seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur; diselenggarakan pemerintah.
Keempat persoalan seputar penyusunan APBD di atas seharusnya tidak sampai terjadi, atau paling tidak dapat direduksi, seandainya dalam penyusunan APBD memperhatikan prinsip penyusunan APBD yang sudah digariskan (ada partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas anggaran, disiplin anggaran, keadilan anggaran, dan taat asas), serta patuh pada kaidah penganggaran sektor publik yang berlaku (legitimasi hukum, legitimasi finansial, dan legitimasi politik).
Meskipun penyusunan APBD rentan dengan berbagai kepentingan politik, namun aturan-aturan formal tetap harus dijadikan landasan, terutama prinsip dan kaidah normatifnya. Jika hal ini sungguh-sungguh dipedomani oleh eksekutif dan legislatif, niscaya APBD menjadi “alat intervensi” negara dalam mensejahterakan masyarakat, dan bukan justru menjadi sumber masalah. -

Oleh : Didik G Suharto Dosen Administrasi Negara FISIP UNS Solo, Studi S3 Ilmu Administrasi Unibraw
Opini Solo Pos 5 Desember 2009


Kehilangan tempat berteduh, mungkin itu sebutan tepat bagi pencari keadilan di Indonesia. Sedih dan trenyuh adalah warna utama pencari keadilan.
Kepolisian dan kejaksaan sebagai tempat berlindungâ€"melalui kisah mafia peradilanâ€"terang-terangan ditunjukkan, mereka bukan tempat berlindung yang sejuk. Temuan Tim 8 yang menjadi tempat publik berteduh sementara, tanda-tandanya akan bernasib serupa tenda liar, segera roboh ditendang penguasa.
Dulu Eropa sebuah cahaya. Kini, di Eropa pun ada mantan perdana menteri yang dulu dikagumi kini terjerat perkara korupsi. Di Indonesia, saat nurani publik kepanasan, pemimpin bukan memberi tempat berteduh berupa kepastian dan keteladanan hukum, sebaliknya justru mengisruhkan suasana dengan langkah-langkah politik berbahaya. Dari menyebar pesan bohong, menyerang orang, hingga mengatur pemberitaan.


Semula, institusi agama adalah satu tempat berteduh yang sejuk. Di sini, dulu manusia berkumpul untuk kepentingan sejuk dalam bentuk doa, saling melayani, saling memperbaiki. Saat publik membutuhkan tempat berteduh, seyogianya di antara mereka ada yang mendatangi pemimpin dengan percikan air kejernihan.
Dulu, keluarga adalah tempat berteduh yang menyejukkan. Terutama karena dalam payung keluarga, hidup jadi sejuk dan lembut. Kini, angka perceraian meroket di mana-mana.
Dulu, tempat kerja lebih sekadar tempat mencari nafkah, tempat saling berbagi. Kini, sikut-sikutan mengeras. Di bawah payung masyarakat berprestasi, pencari keteduhan masuk kelompok malas tanpa masa depan sehingga memunculkan keingintahuan yang mengharukan, ke mana manusia akan berlindung mencari kesejukan, keteduhan, keadilan?
Ada sosiolog yang menekuni kepercayaan sebagai perekat masyarakat. Tanpa perekat rasa percaya di antara kita, unit sosial mana pun akan runtuh. Melalui cerita transparan tentang mafia peradilan, lem kepercayaan ini dibuat meleleh di sana-sini.
Mungkin benar pendapat seorang sahabat, kekacauan kosmik terjadi di mana-mana. Tandanya, terjadi aneka pembalikan menakutkan. Topi (kebajikan) yang mestinya di kepala diletakkan di kaki. Sepatu (kemarahan) untuk menutupi kaki malah menutupi kepala. Pemimpin yang dulu menjadi sumber tuntunan kini menjadi tontonan.
Kolam sejuk kebajikan
Mungkin karena kelangkaan tempat berteduh, dalam meditasi, murid dibimbing untuk berlindung pada tiga hal. Pertama, berlindung pada sifat-sifat bijak yang ada di dalam diri. Kedua, berteduh pada ajaran yang membangkitkan kebajikan dalam diri. Ketiga, mencari bimbingan kepada orang-orang yang melaksanakan kebajikan dalam keseharian.
Jika berkesempatan mengunjungi lembaga permasyarakatan, akan tahu, mereka yang dijerat hukum kebanyakan orang baik. Lebih dari sebagian hanya kumpulan makhluk yang khilaf, tidak sengaja, tidak ada pilihan lain. Bila manusia yang diberi stempel bersalah oleh hukum saja matanya masih memancarkan kebajikan, apalagi kita yang masih beredar di masyarakat.
Ini memberi inspirasi, mencemplungkan diri ke kolam kebajikan tidak hanya menjadi keseharian para suci, tidak juga menjadi sesuatu yang super sulit bagi kebanyakan, tetapi sesuatu yang bisa dilakukan siapa saja dan di mana saja. Ibarat berlian, kebajikan sudah ada dalam diri manusia sejak awal hingga akhir. Hanya saja berlian ditutup lumpur kebingungan, kebencian, dan kemarahan. Untuk itu, dalam meditasi, pelan-pelan lumpur dibersihkan dengan praktik kesadaran bahwa semua mau bahagia tidak ada yang mau menderita.
Lebih-lebih bila ia diperkaya ajaran kebajikan. Indahnya kebajikan, ia menyejukkan tidak saja setelah sampai di tujuan, bahkan saat masih di perjalanan pun, hati sudah sejuk. Bagi yang sudah sampai di sini akan setuju, orang baik terlihat baik, orang jahat pun terlihat baik bila kita di dalamnya cukup baik.
Kehidupan mudah panas karena lumpur kemarahan, kebencian, dan kebingungan demikian tebal sehingga tidak ada kesempatan bagi berlian kebajikan untuk memancarkan cahayanya. Untuk itu, penekun serius bidang ini akan hati-hati bergaul, membaca, menonton. Bagi murid yang masih belajar menjadi stabil, bergaullah dengan para bijaksana. Nanti bila kesejukan sudah membadan, di sana boleh ikut menenteramkan masyarakat. Bergabung dengan kekacauan saat batin masih kacau, hanya akan memperpanjang daftar penderitaan yang sudah panjang.
Untuk itu, prihatin dengan nasib negeri ini tentu baik, geram sama koruptor lengkap dengan mafianya adalah pertanda masih menyalanya berlian kebajikan. Namun, menerangi diri dengan kesadaran bahwa semua mau bahagia, tidak ada yang mau menderita, itulah yang dilakukan para bijaksana. Sekaligus juga tempat berlindungnya para bijaksana.
Benci pada ketidakadilan dan kesewenang-wenangan adalah cermin masih bercahayanya nurani. Namun, membiarkan kebencian berujung pada anarki, tidak saja membuat nurani redup, tetapi juga membuat kita menjauh dari kebahagiaan.
Tanpa diterangi cahaya kesadaran seperti ini, setiap langkah akan membuat kita semakin dekat dengan musibah. Seorang ayah di Inggris pernah memberi perlindungan sejuk menawan kepada anak-anaknya. ”Nak, jadi apa pun kamu kelak, disebut apa pun kamu kelak, jangan lupa pulang. Pulang ke rumah kita bukan rumah papa. Apa pun sebutan masyarakat, baik atau munafik, engkau tetap anak papa.”
Di tengah kesedihan, kebingungan, kegalauan, kepanasan, publik mencari tempat berteduh berupa rasa keadilan, yang bisa berujung pada bara api berupa terancamnya ketahanan nasional kita, mungkin layak merenung ulang, kembali ke sifat dasar sebagai manusia, basic goodness.
Ketika manusia dibuat, semua orangtua membikin anaknya sambil berpelukan dan berciuman. Makanan dan minuman disediakan oleh alam dengan limpahan kebajikan. Nanti, saat mati, lagi-lagi kita diantar oleh doa- doa penuh kebajikan.
Bila awal, tengah, dan akhir kehidupan berisi kebajikan, bukankah sayang sekali jika manusia lupa hakikat dirinya hanya karena nafsu berlebihan akan kekuasaan?

Gede PramaPenulis Buku Kesedihan, Kebahagiaan, Keheningan: Mengolah Bencana Menjadi Vitaminnya Jiwa
Opini Kompas 5 Desember 2009


Bintang sinetron dan presenter Sheilla Marcia mengeluhkan kondisi kehamilannya di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Pasalnya, artis yang tersandung kasus narkoba itu mengaku, tak maksimal mendapatkan pelayanan dokter.

Untuk mendapatkan perawatan maksimal, Ferry Juan, kuasa hukum Sheila Marcia berharap permohonan cuti bersyarat kliennya tersebut, bisa dikabulkan dengan alasan kemanusiaan. "Yang jelas, pihak keluarga Sheilla khawatir. Apalagi harus bercampur dengan narapidana lain," kata Ferry.
Saat disinggung soal siapa ayah dari anak yang dikandung Sheilla Marcia, Ferry tak mau komentar.

"Tapi saya sudah menyiapkan langkah agar anak yang akan dilahirkan Sheilla itu, punya status jelas," ungkapnya. Dari rumor yang berkembang, ada sejumlah pria yang disebut-sebut sebagai "ayah biologis" dari janin yang dikandung Sheila Marcia, di antaranya Betrand Antolin, benarkah?

"Sheila nggak komentar, gue juga nggak komentar. Yang pasti tanya sama Sheila," kata Betrand yang ditemui wartawan di Studio 6 RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kemarin.

Betrand mengaku sangat terganggu dengan kehamilan Sheila yang menyeret-nyeret namanya. Meski mengaku dekat, namun Betrand mengatakan tidak pernah bertindak terlalu jauh



Setelah adanya pro dan kontra mengenai penuntasan perkara Bibit-Chandra di luar pengadilan, pada tanggal 1 Desember 2009 kejaksaan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) yang menghentikan perkara Bibit-Chandra demi hukum.

Padahal, sebelumnya Kapolri Bambang Hendarso Danuri dalam pernyataannya kepada media dan Komisi III DPR menyatakan bahwa perkara Bibit-Chandra akan dilanjutkan atau P21. Begitu pula Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan akan melanjutkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan karena cukup bukti. Kapolri malah menyatakan siap mempertanggungjawabkan secara hukum dan profesional dengan melanjutkan perkara kontroversial ini karena cukup didukung bukti-bukti yang kuat. Oleh karena itu, perkara tersebut kemudian diteruskan ke kejaksaan.

Tidak pelak, Presiden SBY dalam pidato pada tanggal 30 Oktober 2009 menyatakan tidak mau mencampuri penegakan hukum dalam konflik KPK vs Polri di mana sikapnya tersebut sesuai dengan amanah Konstitusi (UUD 1945), yaitu Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka yang tidak boleh diintervensi lembaga eksekutif dan legislatif. Akan tetapi pada akhirnya karena kemauan publik dan dinamika yang muncul di masyarakat yang tidak memercayai Polri dan kejaksaan serta memercayai adanya upaya pelemahan KPK melalui perkara Antasari dan Bibit-Chandra, maka diterbitkanlah SKPP untuk mengakhiri polemik perkara Bibit-Chandra.

*** Apakah benar persoalan ini sudah selesai dengan tuntas dan Bibit-Chandra akan kembali memimpin KPK melalui keppres yang sedang disiapkan dan akan diumumkan segera? Penghentian penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAPidana yang menyatakan: ”Dalam hal penuntut umum memutuskan menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.”

Merujuk pada bunyi SKPP yang menghentikan penuntutan dengan dasar demi hukum, tentu hal tersebut berbeda dengan pernyataan Kapolri dan Jaksa Agung bahwa perkara Bibit-Chandra cukup bukti untuk diteruskan.Selain itu,Presiden SBY pada akhirnya juga memutuskan untuk ”sebaiknya”tidak membawa perkara Bibit-Chandra ke pengadilan dan ”mendorong” diselesaikan menurut hukum di luar pengadilan.Anjuran atau saran atau apa pun namanya dari seorang atasan, yaitu Presiden Republik Indonesia, tentu tidak bisa dianggap “enteng” oleh Kapolri dan Jaksa Agung yang notabene adalah bawahan Presiden.

Adapun pengertian ”demi hukum” sebagaimana yang dimaksud dalam SKPP yakni si terdakwa telah dibebaskan dari tuntutan atau dakwaan oleh hukum itu sendiri sehingga pemeriksaannya harus ditutup atau dihentikan.Alasan hukum yang menyebabkan suatu perkara ditutup demi hukum bisa didasarkan pada tiga hal, yaitu tersangka/ terdakwa meninggal dunia (Pasal 77 KUHPidana); atas alasan nebis in idem(Pasal 76 KUHPidana); terhadap perkara yang akan dituntut oleh penuntut umum, ternyata telah kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 sampai Pasal 80 KUHPidana.

Dengan demikian, ketiga alasan tersebut tidak terpenuhi untuk penghentian penuntutan demi hukum dalam kasus Bibit-Chandra. Alasan lain yang dikemukakan dalam SKPP itu tentunya tidak sah dan bukan merupakan dasar hukum menurut KUHAPidana.Padahal penghentian penuntutan tidak dengan sendirinya menurut hukum menghapuskan hak dan wewenang penuntut umum untuk melakukan penuntutan kembali perkara Bibit-Chandra. Penuntutan kembali perkara Bibit-Chandra bisa terjadi di kemudian hari karena dua hal, yaitu, pertama, apabila di kemudian hari ditemukan ”bukti”baru.

Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 140 ayat (2) huruf d KUHAP yang menyatakan: ”Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.” Kedua, apabila keputusan praperadilan menetapkan bahwa penghentian penuntutan yang dilakukan penuntut umum tidak sah menurut hukum. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 82 ayat (3) huruf b KUHAP yang menyatakan: ”Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.”

Berdasarkan atas hal tersebut, apabila putusan praperadilan menyatakan bahwa penghentian penuntutan (SKPP) tidak sah,pengadilan dapat membatalkan SKPP dan penuntutan wajib dilanjutkan. Alasan pertamalah yang mungkin terjadi terhadap penghentian penuntutan perkara Bibit- Chandra, di mana tidak tertutup kemungkinan Polri dan kejaksaan menemukan ”alasan baru”.

Oleh karena itu,sebenarnya penyelesaian di dalam pengadilan adalah yang terbaik dan tuntas melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap lewat due process of law yang dikawal masyarakat, LSM, pengamat hukum dan sosial, state auxiliary institutions seperti Komisi Hukum Nasional, Komisi Yudisial,Komisi Ombudsman Nasional,dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Persidangan dapat dilakukan maraton agar perkara ini dapat selesai dengan cepat,yaitu dalam beberapa bulan sampai adanya putusan final di tingkat banding/kasasi. Adapun persidangan tersebut haruslah dipimpin oleh tiga orang hakim yang berintegritas yang dipilih dari ribuan hakim di mana hal tersebut merupakan suatu konsekuensi logis mengingat perkara ini menyangkut benturan antara KPK,kepolisian, dan kejaksaan.

*** Saat ini, SKPP sudah diterbitkan dan Bibit-Chandra akan memimpin kembali KPK. Mudahmudahan perkara ini tidak berlanjut mengingat memang masih terbuka “alasan baru” untuk menuntut kembali perkara ini.Andaikan perkara ini diselesaikan melalui putusan pengadilan, sikap Presiden SBY akan dinilai dunia internasional sebagai sikap konstitusional dan due process of lawdijalankan dengan benar dan sesuai asasasas hukum. Adapun terhadap adanya rivalitas KPK vs Polri bukanlah pemicu people power sebagaimana yang terjadi di Filipina pada tahun 1986- an.

Pada saat itu opini publik Filipina telah terbentuk karena masyarakat percaya bahwa Presiden Ferdinand Marcos berada di belakang pembunuhan calon kuat Presiden Filipina Benigno (Ninoy) Aquino dan people power telah meruntuhkan kekuasaan Presiden Ferdinand Marcos. Selain itu,rivalitas KPK vs Polri tidak akan membuat popularitas Presiden SBY menurun secara drastis sebagaimana yang dialami oleh Presiden Amerika Serikat George W Bush yang popularitasnya menurun secara drastis karena keputusannya memulai invasi ke Irak,padahal opini publik di dunia dan negaranya sendiri tidak setuju dengan Perang Irak.

Namun justru kasus Bank Century yang potensial untuk menurunkan popularitas SBY serta memicu terjadinya people power apabila hak angket kasus Bank Century tidak ditangani dengan baik. Sebagai bangsa beradab, bangsa Indonesia harus menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang taat,hormat, dan tunduk pada hukum dan proses hukum yang adil dan benar.

Kalau saja perkara ini diselesaikan melalui putusan pengadilan yang kompeten,jujur,terbuka,dan adil, ini akan menjadi sarana untuk mengundang investasi yang lebih besar dan meningkatkan kepercayaan terhadap sistem hukum cqsistem peradilan pidana Indonesia dan dengan sendirinya kepada pemerintahan SBY.(*)

Dr Frans H Winarta
Advokat dan Ketua Umum Yayasan Pengkajian Hukum Indonesia (YPHI)
Opini Seputar Indonesia 3 Desember 2009

Kejagung sepertinya hanya setengah hati dalam menerbitkan SKPP untuk
Bibit-Chandra. Pasalnya, surat itu membuka celah untuk diperkarakan, dan faktanya ada beberapa pihak  mempermasalahkan kembali perkara itu

BIBIT Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, dua pimpinan nonaktif KPK nonaktif, telah dibebaskan dari tuntutan. Kejaksaan Agung (Kejagung) menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) terkait kasus penyalahgunaan wewenang dan pemerasan yang disangkakan kepada mereka berdua (1/12). Namun, surat ketetapan tersebut menyimpan dua ìpesanî yang saling berkebalikan.

Sebelumnya, Bibit dan Chandra diduga melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya sebagai pimpinan KPK ketika menerbitkan surat cekal kepada Anggoro Widjojo, tersangka korupsi sistem komunikasi radio terpadu, yang saat ini menjadi buron komisi itu. Selain tuduhan tersebut, keduanya disangka melakukan pemerasan melalui Ari Muladi, si penghubung Anggodo Widjojo, adik dari Anggoro Widjojo.

Atas dua tuduhan itu, pada 15 September 2009 Bibit dan Chandra akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Markas Besar Polri. SKPP secara hukum dilandaskan pada Pasal 140 Ayat (2) Huruf a Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ada tiga alasan menghentikan penuntutan perkara pidana. Pertama, dugaan penuntut umum terhadap kasus pidana ternyata tidak cukup bukti atau kurang bukti.

Kedua, perkara yang akan dituntut bukanlah suatu perkara pidana. Ketiga, penuntutan perkara pidana didasarkan pada kepentingan hukum atau demi hukum.

Kejaksaan Agung memilih alasan penghentian penuntutan kasus Bibit dan Chandra demi kepentingan hukum. Penghentian perkara sesuai dengan alasan yuridis dan sosiologis.

Pesan pertama yang terkandung di SKPP Bibit dan Chandra adalah penegak hukum telah memenuhi rasa keadilan sebagian besar masyarakat yang memandang bahwa penahanan terhadap keduanya memang janggal dan lemah bukti.

Rasa gaduh publik dikuatkan dengan rekaman hasil sadapan KPK terhadap Anggodo yang diperdengarkan di sidang MK beberapa waktu lalu. Petikan rekaman itu mengisyaratkan memang ada semacam rekayasa untuk memidanakan Bibit dan Chandra.

Ditambah lagi, hasil temuan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum kasus Bibit dan Chandra atau Tim 8 mengemukakan dua hal yang menilai bahwa penahanan Bibit dan Chandra lemah.

Alasannya, pertama, menurut tim bentukan Presiden itu, prosedur penerbitan dan pencabutan surat larangan ke luar negeri terhadap Anggoro Widjojo tidak melanggar standard operating procedure (SOP) di KPK.

Surat cegah yang hanya ditandatangani oleh Bibit dan Chandra tanpa mengikutsertakan tiga pimpinan KPK lainnya adalah hal yang biasa. Toh, penerbitan surat cekal seperti ini juga dipraktikkan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya.
Tidak Cukup Kedua, berdasarkan temuan Tim 8, penyidik kasus Bibit dan Chandra tidak memiliki cukup bukti untuk membuktikan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Pasalnya, alat bukti yang dimiliki penyidik tentang aliran uang dari Anggoro Widjojo berhenti di Ari Muladi. Alat bukti untuk membuktikan unsur percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat, juga tidak dimiliki penyidik.

Fakta yang didapat oleh Tim 8 mengkonklusikan adanya missing link terhadap sangkaan pemerasan yang dilakukan oleh Bibit dan Chandra. Aliran dana pemerasan itu bermuara di Ari Muladi, bukan ke Bibit dan Chandra.

Pesan kedua dalam SKPP adalah pesan tersirat. Meski menerbitkan ketetapan penghentian penuntutan, Kejaksaan Agung terkesan tidak legawa melepaskan buruannya. Jaksa penuntut umum tetap menilai bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh Bibit dan Chandra memenuhi delik pidana dalam Pasal 12 Huruf e jo. Pasal 23 UU 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Di samping itu, Kejaksaan Agung sepertinya hanya setengah hati dalam menerbitkan SKPP untuk Bibit dan Chandra. Pasalnya, surat ketetapan yang diterbitkan tersebut membuka celah untuk diperkarakan. Faktanya, surat ketetapan tersebut mengundang beberapa pihak untuk mempermasalahkan kembali perkara Bibit dan Chandra.

Penghentian penuntutan perkara pidana dengan SKPP bukan harga mati. Sebab, KUHAP memberikan kemungkinan bagi kejaksaan untuk membuka kembali kasus yang telah di SKPP. Pasal 140 Ayat (2) Huruf d KUHAP berujar, ìApabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.

Alasan baru yang diperoleh untuk melakukan penuntutan kembali perkara pidana yang telah di-SKPP bisa didapatkan jaksa penuntut umum dari penyidik berupa keterangan tersangka, tambahan saksi baru, atau penemuan benda maupun petunjuk baru.

Pada bagian inilah bolong SKPP untuk Bibit dan Chandra tersibak. Apa jadinya bila konstelasi politik, misalnya, dan tekanan terhadap kinerja Gedung Bundar mulai meredup, besar kemungkinan kejaksaan akan melakukan penuntutan kembali. SKPP tersebut juga berpotensi untuk dipraperadilankan. Terbukti dengan rencana beberapa puluh advokat yang siap mengoreksi formalitas SKPP itu melalui jalur pengadilan.

Lahir sebuah pertanyaan, kenapa Kejaksaan Agung tidak menyusun alasan yang sistematis dan tidak mengundang pihak lain untuk mengusik kasus Bibit dan Chandra? Jika mau, bukankah Kejaksaan Agung dapat menggunakan alasan missing link dari aliran dana pemerasan hasil temuan Tim 8 sebagai penguat untuk menghentikan kasus Bibit dan Chandra?

Pesan bersayap SKPP untuk Bibit dan Chandra semoga tidak berdampak buruk ke depannya. Kejaksaan Agung harus bisa mempertahankan ketetapannya dari usaha praperadilan, sekaligus sebagai tanggung jawab moral korps adyaksa terhadap usaha memberantas korupsi sehingga pemberantasan korupsi dapat lebih masif akhirnya. Semoga.(10)

â€" Hifdzil Alim, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM
Wacana Suara Merdeka 5 November 2009

When it comes to gorgeous, you can"t get better than the original "Pretty Woman." Lancôme has just announced that Julia Roberts will be their global ambassadress. "By her remarkable personality and career, Julia Roberts is an emblematic woman of her time," said Youcef Nabi, president of Lancôme International,

in a statement. "Her exceptional talent, her radiance and her strong commitments perfectly echo Lancôme"s values. We are convinced she will embody the brand in the most sublime way possible." The beauty brand remains quiet about additional specifics of her role, but check back for more as details roll in. Other Lancôme famous faces include Kate Winslet, Anne Hathaway, Juliette Binoche and Clive Owen.Tell us: What do you think of Lancôme"s choice of Julia Roberts as its newest face?





Musik dangdut selalu identik dengan erotisme perempuan. Dengan balutan pakaian yang sexy dan minim ditambah gincu tebal, para perempuan di cafe dangdut menawarkan sejuta kenikmatan kepada para tamu yang datang.


Prosesi ibadah haji telah selesai dilakukan. Sebagian jemaah haji juga mulai meninggalkan Kota Mekah. Begitu pun di Tanah Air, prosesi penyambutan kepulangan jemaah haji juga mulai dilakukan, Kamis (3/12).
Mulai dari pemerintah, pihak keluarga, dan masyarakat telah berbenah diri menyambut kedatangan manusia paripurna, karena telah selesai melaksanakan ibadah yang tidak sembarang orang bisa melakukannya.
Dalam dimensi ajaran Islam, haji merupakan ibadah paripurna. Ibadah yang membawa seorang muslim mencapai puncak keberislaman karena ditempatkan di urutan terakhir dalam rukun Islam (setelah syahadat, salat, zakat dan puasa).


Untuk melaksanakannya, dibutuhkan beberapa syarat yang harus dipenuhi, mulai dari status agamanya yang harus Islam, sudah balig dan berakal. Kemampuan secara material maupun kesiapan mental dan spiritual juga menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi.
Namun demikian, jika dicermati pelaksanaan ibadah haji, terdapat pesan-pesan spiritual yang bisa direnungkan khususnya oleh seluruh jemaah haji dan juga bangsa Indonesia secara umum. Seperti digambarkan oleh Abu Hamid al-Ghazali dalam karya Asrar al-Hajj, pola ibadah haji terdapat kemiripan dengan prosesi pelaksanaan yang mengiringi kematian seseorang.
Di mulai meninggalkan sanak keluarga, tetangga, teman dan kerabat dekat, yang menggambarkan pelepasan jenazah seseorang yang meninggal itu ke liang lahat. Modal atau bekal yang dibutuhkan dalam kedua prosesi yang sangat sakral itu juga sama yaitu bekal amal saleh.
Ibadah haji dimulai dengan melakukan niat dan melepas pakaian keseharian untuk kemudian mengganti dengan pakaian ihram. Secara filosofis ihram merupakan simbol perbatasan antara dunia yang fana dengan awal perjalanan suci menuju keabadian. Mulai dari sini mereka harus menjaga lidah, mata, emosi, perbuatan dan harus bersikap lemah lembut kepada semua makhluk.
Pakaian ihram senantiasa mengingatkan kita pada peristiwa kelahiran dan kematian manusia. Kelahiran menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sangat lemah, sedangkan kematian adalah peristiwa yang bisa saja terjadi pada semua manusia tanpa mengetahui kapan kedatangannya.
Kemudian, wukuf di Padang Arafah secara simbolis mencerminkan sebuah tempat yang luas seperti padang mahsyar tempat dikumpulkannya manusia di hari akhir nanti. Di tengah dengungan doa, istigfar dan segala pujian yang membahana dan mengangkasa, manusia hanya bisa duduk bersimpuh seperti menunggu penentuan nasibnya.
Dalam prosesi ini, kita diingatkan pada kedahsyatan hari pembalasan, kelemahan manusia, kesederajatan manusia, dan keagungan Allah SWT sekaligus mempertegas kembali pernyataan keimanan dan penghambaan kita kepada-Nya.
Kendati demikian, godaan dan rayuan setan tetap selalu datang mencoba menggoyahkan komitmen manusia, sehingga terjadi perang melawan setan. Prosesi pelontaran jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijah, serta jumrah Ulla dan Wustha di hari berikutnya merupakan refleksi perjuangan hamba melawan setan yang mencoba menyesatkan manusia dari cahaya Allah SWT agar lebih mencintai materi dan kenikmatan duniawi yang semu.
Kemudian, keseimbangan menjadi unsur yang tidak kalah penting untuk melindungi manusia dari ketimpangan. Hal ini ditunjukkan dalam tawaf yang berarti mengelilingi Kakbah yang dianalogikan sebagai keseimbangan proton dan elektron yang mengelilingi inti atom. Keseimbangan itu menggambarkan bahwa Allah sang Pencipta kehidupanlah yang mampu menjaga keteraturan dan keseimbangan kehidupan bagi semua hamba-Nya.
Reformasi sosial
Setelah itu, ritual Sa’i juga mengajarkan kita agar tidak mudah berputus asa. Ritual ini merupakan gambaran perjuangan Siti Hajar saat mencari air untuk Ismail dari bukit Shafa menuju Marwa. Semangat pantang menyerah dan rasa optimisme yang disertai keyakinan akan pertolongan Allah semata, mengantarkan Siti Hajar memperoleh air yang telah lama dicarinya.
Berbagai ritual dalam haji di atas penting untuk ditransformasikan dalam kehidupan manusia. Kesuksesan beribadah haji tidak terletak dalam gelar ”haji” yang dipanggilkan orang lain, melainkan terletak pada dampak dan pengaruhnya dalam perilaku serta responsnya terhadap realitas sosial.
Di sinilah peran penting jemaah haji sepulang dari Tanah Suci agar menjadi pionir dengan menjaga perilaku diri sebagai manusia berakhlak mulia. Akhlak mulia yang tertanam di dalam diri itu perlu ditransformasikan kepada masyarakat di sekitarnya, untuk membangun harmoni kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Dulu, ibadah haji menjadi bagian penting bagi proses transformasi ide-ide reformatif Islam dari dunia politik dan intelektual Timur Tengah ke Indonesia. Sekarang, nilai transformatif itu tetap berjalan baik dengan memasukkan diri dalam domain reformasi sosial masyarakat Indonesia.
Impitan krisis multidimensional memenjarakan masyarakat kita dalam kubangan keterpurukan. Sebagai dampaknya, perilaku masyarakat lepas dari kontrol nalarnya yang seharusnya lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaannya. Perilaku itu tampak dalam sikap emosional, mudah marah dan kebiasaan anarkistis yang sulit terkendali.
Di lain pihak, sikap pesimistis juga membayangi masyarakat yang lain, sehingga mereka tidak mampu lagi membangun kreasi dan inovasi baru bagi pengembangan diri. Maka, kehidupan masyarakat menjadi stagnan dan sulit berkembang mencapai tahapan yang lebih baik.
Oleh karena itu, salah satu langkah strategis untuk mengatasi kejumudan itu adalah dengan memaksimalkan peran nilai-nilai spiritual ibadah haji dalam upaya reformasi sosial. Jika upaya itu berhasil dilakukan peluang terciptanya tatanan masyarakat yang baik akan segera terealisasi.
Dengan demikian, masyarakat kita akan menjadi progresif, terus bergerak maju penuh optimisme dalam setiap melakukan perubahan. -

Oleh : Nazaruddin Latif, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Opini SoloPos 4 Desember 2009



Sebuah studi ilmiah di Malaysia mengungkap manfaat dari ibadah shalat, tidak hanya meningkatkan iman seseorang, tapi melakukannya dengan gerakan yang benar juga bermanfaat untuk kesehatan mental dan fisik, termasuk menyembuhkan disfungsi ereksi.

Penelitian ini diketuai Kepala Biomedical Engineering Department di Universitas Malaya, Prof Madya Dr Fatimah Ibrahim beranggotakan Prof. Dr. Wan Abu Bakar Wan Abas dan Ng Siew Cheok. Menurut Fatimah Ibrahim, berdasarkan hasil studi mereka menemukan shalat dapat membantu pasien penderita disfungsi ereksi.

Dari hasil studi peneliti sebelumnya Marijke Van Kampen, Dr. Fatimah mengatakan olahraga untuk otot bawah panggul bisa memperlancar sirkulasi darah dan mengurangi gejala penyakit disfungsi ereksi.

Dr. Fatimah mengatakan, gerakan shalat juga bisa mengurangi derita sakit punggung, terutama bagi ibu hamil. Studi itu dilakukan dengan melibatkan pasien penderita sakit punggung biasa dan ibu hamil dari komunitas Melayu, India dan China.

Posisi Rukuk
Kajian akan dilakukan atas gelombang otak yang dihasilkan ketika Salat pada setiap posisi seperti rukuk, sujud, I’tidal dan duduk saat tahiyat.

Dalam kajian ini isyarat otak subjek Muslim yang bershalat direkam dan dianalisis, di mana dua kajian saintifik dilakukan yaitu pada perobahan isyarat otak saat tuma’ninah dan kesan shalat kepada isyarat otak.

Hasilnya, kata Siew Cheok, didapati shalat menghasilkan keadaan tenang kepada otak manusia dan menunaikan shalat amat baik dalam mengekalkan tahap kestabilan mental dan emosi seseorang.

Posisi rukuk dan sujud bisa digunakan sebagai terapi, karena gerakan itu membuat tulang belakang menjadi rileks dan mengurangi tekanan pada syaraf tulang belakang.

Dalam penelitian Prof Dr Wan Azman Wan Ahmad, konsultan spesialis jantung di UM Medical Centre, menemukan bahwa detak jantung dapat berkurang kecepatannya hingga 10 kali dalam satu menit pada posisi sujud, di mana kening, hidung, tangan dan lutut kaki menyentuh tanah.

Tahajjud
Sebelum temuan ini, Dr. Mohammad Sholeh asal Indonesia melakukan penelitian hubungan shalat tahajjud dan dampaknya bagi kesehatan.

Penelitian menunjukkan, shalat tahajjud yang dilakukan secara ikhlas dan kontinyu, ternyata mengandung aspek meditasi dan relaksasi sehingga dapat digunakan sebagai coping mechanism atau pereda stres yang akan meningkatkan ketahanan tubuh seseorang secara natural.


penyanyi country remaja Taylor Swift semakin meroket ketika Kanye West meraih mikrofon di atas panggung. Tapi, Taylor juga semakin tampil menggebrak dengan tampil dalam balutan bikini seksi.

Seperti dilansir dari Daily Mail, Jumat (4/12/2009), untuk merampungkan video klipnya, pelantun "Forever And Always" itu berlari di laut dengan bikini hitam two pieces. Dalam video klip tersebut, dara 19 tahun ini juga bermain jet-ski, berlatih tari, bergerak dengan teman-teman, dan mandi di bawah guyuran air terjun.

Dalam urusan penampilan, peraih kategori Best Female Video versi VMA 2009 ini tak terlalu ribet menunjukan busananya di atas panggung maupun dalam keseharian. Biasanya, penyanyi bertubuh ramping ini lebih memilih berpakaian konservatif, sehingga video klip ini tentu akan membahayakan karier baiknya.

Video klip yang diposting dalam lagu "I'm Only Me When I'm With You" ini merupakan bonus lagu dari debutnya.

Pelantun "Love Story" ini baru mengunjungi Inggris untuk serangkaian konser dan even 'Children In Need', lalu berbelanja di Portobello Road, London.

Dia mengungkapkan bahwa dirinya sedang mencari barang untuk rumah barunya di Nashville, Amerika Serikat. Sehingga saat tengah di Inggris, dia berharap dapat berbelanja barang-barang antik di sana.

Selain Michael Jackson, Taylor adalah seniman paling laris di Amerika Serikat pada tahun ini. Pada Grammy Awards lalu ia peraih nominasi tertinggi kedua setelah Beyonce, mendapat tiga penghargaan utama, album rekaman dan lagu tahun terbaik



Bisa mendiagnosis sendiri kesehatan paru-paru melalui ponsel Anda, memang terdengar mustahil. Namun, saat ini peneliti asal Amerika dan Australia sedang menguji software (perangkat lunak) untuk mengidentifikasi adanya gangguan pada organ paru-paru.

Software ini akan dimasukkan ke dalam bagian speaker ponsel. Cara kerjanya, pengguna ponsel diminta batuk di bagian speaker, dan software tersebut akan bekerja mengidentifikasi kondisi paru-paru penggunanya, seperti yang dikutip dari situs Genius Beauty.

Setelah itu, layar telepon akan memberikan kesimpulan medis dari batuk tersebut. Dari situ, bisa diketahui, apakah pengguna sedang terserang flu, batuk, pneumonia dan penyakit yang menyerang bagian paru-paru lainnya.

Karakteristik batuk, seperti batuk kering, berdahak atau batuk produktif atau tidak produktif dapat menunjukkan penyebab batuk. Misalnya, disebabkan oleh bakter atau infeksi saluran pernapasan.

Biasanya, dokter dapat mengidentifikasi perbedaan batuk dari suara. Dan, kini sofware ini diharapkan dapat melakukan hal yang sama layaknya dokter. Cara ini juga bertujuan agar penggunanya bisa menghemat waktu tanpa perlu ke dokter, dan bisa menginformasikan mengenai komplikasi yang bisa terjadi.

Software ini diciptakan untuk bisa membedakan suara dan kondisi batuk yang mengidentifikasi semua gangguan kesehatan paru-paru. Dan, ternyata para dokter cukup antusias dengan software baru ini.

Proyek ini menerima anggaran sekitar $100,000 yang diharapkan bisa berguna untuk dipakai di negara yang memiliki angka kematian tinggi akibat pneumonia atau gangguan paru-paru, khususnya yang terjadi pada anak-anak.



Majalah Forbes kembali membuat daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Pemilik grup Djarum, Budi dan Michael Hartono masih berada di posisi puncak dengan nilai kekayaan US$ 7 miliar.

Forbes menuliskan, investor kini sedang sangat mencintai Indonesia. IHSG dalam 12 bulan terakhir tercatat melonjak hingga 115%, dan berada di posisi kedua terbaik setelah Shenzen SE Composite China.

Tak heran jika nilai kekayaan orang-orang terkaya di Indonesia pun meningkat. Secara total, nilai kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia meningkat tajam dari US$ 21 miliar pada tahun 2008 menjadi US$ 42 miliar. Angka itu juga naik US$ 2 miliar dibandingkan nilai kekayaan terbesar yang dicapai pada tahun 2007.

Sementara 12 orang kaya dalam daftar tersebut total memiliki kekayaan hingga US$ 28 miliar. Angka tersebut naik 7 orang, termasuk Low Tuck Kwong, pemilik Bayan Resources yang sahamnya naik hingga 474% selama setahun terakhir.

Konglomerat sektor batubara lainnya yang juga pemilik Bumi Resources yakni Aburizal Bakrie juga berhasil naik peringkat, setelah tahun lalu melorot tajam akibat krisis. Nilai kekayaan Aburizal meningkat tajam dibandingkan tahun 2008 yang hanya US$ 850 juta, dan ada di posisi ke-8. Kini Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie berada di posisi ke-4 dengan nilai kekayaan US$ 2,5 miliar.

Berikut daftar 40 orang terkaya versi Forbes yang dirilis, Kamis (3/12/2009).

1. R. Budi & Michael Hartono US$ 7 miliar
2. Martua Sitorus US$ 3 miliar
3. Susilo Wonowidjojo US$ 2,6 miliar
4. Aburizal Bakrie US$ 2,5 miliar
5. Eka Tjipta Widjaja U$S 2,4 miliar
6. Peter Sondakh US$ 2,1 miliar
7. Putera Sampoerna US$ 2 miliar
8. Sukanto Tanoto US$ 1,9 miliar
9. Anthoni Salim US$ 1,4 miliar
10. Soegiharto Sosrodjojo US$ 1,2 miliar
11. Low Tuck Kwong US$ 1,18 miliar
12. Eddy William Katuari US$ 1,1 miliar
13. Chairul Tanjung US$ 99 juta
14. Garibaldi Thohir US$ 930 juta
15. Theodore Rachmat US$ 900 juta
16. Edwin Soeryadjaya US$ 800 juta
17. Trihatma Haliman US$ 750 juta
18. Ciliandra Fangiono US$ 710 juta
19. Arifin Panigoro US$ 650 juta
20. Murdaya Poo US$ 600 juta
21. Hashim Djojohadikusumo US$ 500 juta
22. Kusnan & Rusdi Kirana US$ 480 juta
23. Prajogo Pangestu US$ 475 juta
24. Harjo Sutanto US$ 470 juta
25. Mochtar Riady US$ 440 juta
26. Eka Tjandranegara US$ 430 juta
27. Ciputra US$ 420 juta
28. Hary Tanoesoedibjo US$ 410 juta
29. Sandiaga Uno US$ 400 juta
30. Boenjamin Setiawan US$ 395 juta
31. Alim Markus US$ 350 juta
32. Aksa Mahmud US$ 330 juta
33. Sutanto Djuhar US$ 325 juta
34. Kartini Muljadi US$ 320 juta
35. Soegiarto Adikoesoemo US$ 300 juta
36. George Santosa Tahija & Sjakon George Tahija US$ 290
37. Paulus Tumewu US$ 280 juta
38. Husain Djojonegoro US$260 juta.
39. Bachtiar Karim US$ 250 juta.
40. Kris Wiluan US$ 240 juta.

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/