Rayuan-rayuan seringkali mewarnai hubungan kita dengan teman. Kadang rayuan itu hanya berarti candaan semata. Namun bisa juga berarti ungkapan perasaan yang serius. Bagaimana membedakannya.

Berteman dekat dengan lawan jenis biasanya diwarnai dengan godaan-godaan 'nakal'. Namun Anda tak perlu menganggap serius semua itu. Ada kalanya hal itu hanya terjadi saat Anda dan teman bertemu. Saat berpisah, tak ada sesuatu yang berarti. Namun ada baiknya untuk lebih sensitif, ketika rayuan itu kemudian menjadi lebih intens, dan berlanjut pada rasa saling ketergantungan. Bisa jadi, perasaan terhadap teman Anda itu lebih serius.

Sebagian orang ada yang suka melakukan godaan-godaan 'nakal' terhadap lawan jenis. Untuk jenis orang yang seperti ini, sebaiknya Anda lebih berhati-hati agar tidak terjebak dalam permainannya. Namun jika orang tersebut bukan termasuk kategori orang yang sering menggoda tetapi berusaha menarik perhatian Anda dengan menggoda, kemungkinan orang tersebut mencoba mengungkapkan perasaannya terhadap Anda seperti dilansir foxnews.

Kontak mata juga dapat menjadi indikator dalam hal ini. Kontak mata biasanya terjadi pada pembicaraan dari mulut ke mulut saja, namun ketika kontak mata terjadi secara terus-menerus, bisa jadi ada sesuatu dibalik tatapannya. Disadari atau tidak, teman yang naksir Anda akan lebih sering memperhatikan Anda. Jika Anda pergoki saat orang tersebut memperhatikan Anda, biasanya orang tersebut berusaha membuang muka. Bahkan terkadang ia menjadi salah tingkah.

Bercanda dengan mengejek mungkin menjadi salah satu cara yang paling sering dilakukan saat menggoda. Namun ketika ia mulai membicarakan ke hal yang lebih pribadi dan emosional, misalnya ia menanyakan pendapat Anda tentang dirinya, kemungkinan besar tertarik untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan Anda.

Mengetahui godaan-godaan tersebut di atas memang gampang-gampang susah karena sifatnya yang subjektif. Untuk itu terkadang Anda membutuhkan pendapat dari orang lain untuk menilai.


Sudah lebih dari lima tahun, atau tepatnya sejak periode pertama kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berduet dengan Jusuf Kalla (JK), pelan-pelan bangsa ini disuguhi kebijakan-kebijakan dan terobosan baru. Ada yang sangat positif, inovatif, dan menggebrak.

Namun, beberapa mengagetkan, mendebarkan, dan bahkan perlu ditinjau ulang.
Kini setelah kabinet baru (Kabinet Indonesia Bersatu/KIB II) terbentuk dan menandai dimulainya masa kepresidenan SBY yang kedua, Republik Indonesia pun sudah begitu akrab dengan aneka program karitas atau kedermawanan yang diluncurkan oleh pemerintah.


Sesuatu yang patut dicermati adalah fakta bahwa bersamaan dengan kebijakan pemberian bantuan itu, muncul pula label-label baru yang cenderung berkonotasi sangat negatif. Ungkapan beras miskin (Raskin) dan keluarga miskin (Gakin) adalah istilah dan pengkategorian baru yang sangat negatif itu.
Akhir-akhir ini bahkan kebijakan ini justru mengalami semacam pencanggihan dengan keluarnya kebijakan stikerisasi. Kebijakan memasang stiker di rumah-rumah keluarga miskin ini pun sudah diimplementasikan pada beberapa kota dan kabupaten di Jawa Tengah, dari desa terpencil hingga perkotaan. Labelisasi ”stiker miskin” ini seakan mempertegas kebijakan ”kartu keterangan tidak mampu” yang sudah lebih dulu ada, yang masih bisa disembunyikan di saku baju warga yang bersangkutan. Sementara, kebijakan stiker miskin ini diterakan di depan rumah warga yang dilabeli miskin secara terbuka.
Dalam tinjauan psikologis, kebijakan labelisasi stiker miskin ini memancing masalah baru. Dalam skala kecil kebijakan labelisasi ini melahirkan gelombang ”orang-orang yang sekadar mengaku miskin”. Pengaruh ini bisa menimpa pada level individu, keluarga, atau kelompok. Labelisasi miskin justru akan melahirkan nilai, anggapan atau persepsi bahwa seseorang atau suatu keluarga adalah miskin. Anggapan ini sangat berbahaya karena secara psikososiologis akan kontraproduktif dengan upaya peningkatan semangat kerja, produktivitas, kreativitas, inisiatif, dan semua spirit positif yang semestinya disemaikan kepada masyarakat Indonesia agar bisa bangkit dari krisis multidimensional.
Permasalahan ikutan lain adalah akan semakin meluasnya area kemiskinan, karena begitu banyak warga yang berhasrat atau menginginkan bantuan tanpa berkerja dan tanpa berusaha. Dengan nalar yang sehat, bila semakin banyak orang yang mengaku miskin, jelas ini hanya berarti akan menambah populasi orang-orang miskin di negeri ini.

Labelisasi positif
Masih dalam sudut pandang psikologi, labelisasi ini hanya akan mencetak pola pikir negatif. Pengakuan diri terhadap label yang diberikan akan menjadi bagian dari cara berpikir, bertindak, dan mentalitas seseorang atau komunitas. Label miskin akan berpengaruh terhadap cara berpikir warga yang dilabeli miskin dan mereka akan cenderung merasa pasif dan merasa tidak kreatif. Selain itu, kebijakan ini akan melemahkan kapasitas berpikir secara emosional. Kondisi ini tentunya akan sangat merusak jati diri dan potensi warga itu sendiri, dan dalam skala yang lebih luas tentu masyarakat dan bangsa.
Dalam bertindak pun, orang yang menerima label miskin juga akan cenderung hanya mengikuti pikirannya yang lemah dan pasif itu. Hal ini akan membuat aktivitas dan kinerjanya sebagai manusia semakin berkurang dan waktu produktifnya pun cenderung digunakan untuk sesuatu yang nonproduktif, seperti budaya nongkrong yang banyak dikenal di masyarakat Jawa.
Mentalitas yang terbentuk dari labelisasi, dengan demikian, hanya memperburuk ”budaya kemiskinan” yang sudah ada menjadi semakin parah. Mentalitas miskin yang semakin mengkristal ini pada gilirannya akan membuat pihak yang dilabeli miskin cenderung menjauhi spirit perjuangan, usaha keras, dan kemakmuran.
Meski diharapkan akan mempermudah pencatatan dan pendataan dalam rangka penyaluran bantuan pemerintah dan untuk melindungi hak dan kewajiban warga, namun labelisasi miskin tidak memberikan solusi jangka panjang. Malah sebaliknya justru menambah permasalahan jangka panjang. Permasalahan jangka panjang ini tentunya membutuhkan biayaâ€"termasuk biaya sosial (social cost) dan biaya mental (mental cost)â€"yang besar, sebab sebuah entitas negara menjadi besar berawal dari cara berpikir, bertindak, dan berbuat dari rakyatnya. Untuk itu, seharusnya kebijakan labelisasi miskin segera ditinjau ulang agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih panjang.
Labelisasi negatif yang akan membawa dampak sangat negatif (efek multiplikatif) harus diganti dengan labelisasi positif yang tentu akan membawa dampak positif. Adalah sangat kasihan dan memprihatikan bila warga negara yang miskin justru dihambat akses mentalnya untuk mengubah nasib dan memperbaiki diri hanya karena sudah dipatok atau dicap miskin.
Sebaiknya, label negatif tersebut diubah menjadi lebih positif, misalnya dengan penggantian label ”keluarga miskin” menjadi ”keluarga bersubsidi,” atau ”keluarga berpengharapan,” atau kata lain yang lebih positif dibandingkan ”miskin”. Negara kita juga dijuluki negara berkembang, bukan ”negara miskin”. Kata ”berkembang” secara psikologis lebih memiliki daya motivasi untuk bekerja, berusaha, dan tidak tergantung kepada orang lain.
Hukum tarik-menarik (the law of attraction), sebuah hukum yang berlaku universal, menyebutkan bahwa pikiran memiliki daya tarik sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran. Jika seseorang individu berpikir miskin, maka otomatis ia akan miskin. Jika ia berpikir berhasil, maka ia akan berhasil.
Labelisasi adalah bentuk self fulfilling propecy. Ini artinya bahwa seseorang hanya akan menggangap dirinya sesuai dengan label yang disandangnya. Jika anak Anda misalkan dilabeli anak nakal, maka dia akan menjadi nakal. Jika warga kita berlabel miskin, maka mereka akan menjadi miskin. Saya berharap jangan ada lagi labelisasi miskin seperti ini di era SBY dan Boediono sekarang ini. Semoga! - Oleh : Setiyo Purwanto, Dosen Fakultas Psikologi UMS

Opini Solo Pos 20 Januari 2010



Gara-gara berbuat mesum di siang bolong, pasangan selingkuh yang masing-masing sudah berkeluarga, digerebek warga Perumahan Total Persada, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang.

Warga murka karena pasangan yang sedang dimabuk kepayang ini berbuat tak senonoh di salah satu rumah yang dikontrakan di perumahan itu. Viktor, pasangan pria, sempat dihadiahi bogem mentah oleh sejumlah warga yang kesal.

Penggerebekan pasangan mesum ini berawal ketika warga melihat mobil yang diduga milik Viktor (40), terparkir di depan salah satu rumah yang ditempati Jasmin (38) dan suaminya yang mengidap penyakit stroke.

Warga yang sudah curiga atas prilaku Jasmin lantas berkumpul dengan dikomandani Ketua RT 09/07, Supardiono. Warga akhirnya sepakat memeriksa rumah Jasmin. Benar saja, ketika pintu didobrak, warga melihat Viktor dalam keadaan setengah bugil keluar dari kamar mandi.

Warga semakin muak melihat Viktor dan Jasmin setelah tahu perbuatan mesum mereka disaksikan Piong (45), suami Jasmin yang mengidap stroke. Piong yang merupakan warga Korea sewaktu ditanyai warga hanya bisa menangisi perbuatan bejat isterinya.

Sebagian warga kembali menghadiahi bogem mentah ke wajar Viktor. Sementara sebagian lagi mengempeskan roda kendaraannya. Untuk mencegah amukan massa, pasangan bejat ini diamankan ke Polsek Jatiuwung.

Sejumlah warga mengaku sudah sangat marah melihat kelakuan pasangan selingkuh itu. "Itu istri yang nggak punya perasaan, suaminya sakit bukannya diurusin malah mesum di depannya, dasar gila," kata Pak Bewok, seorang warga. Saat ini, kasusnya masih dalam penyelidikan pihak kepolisian Jatiuwung.



Sebuah postingan video di internet bikin gempar. Betapa tidak? Seorang wanita mengaku dalam video tersebut bahwa dia telah menginfeksi 500 pria di Detroit, Amerika Serikat dengan virus AIDS.

Video yang pertama kali diposting di website Mediatakeout.com dan akhirnya menyambangi YouTube ini, membuat banyak warga panik. Mereka pun lapor pada polisi setempat.

"Aku berencana untuk menghancurkan dunia. Tiga menit kesenangan akan menjadi kematian selamanya," ujar sang wanita dengan wajah bertopeng itu di dalam video.

Penyelidikan polisi akhirnya membuahkan hasil dengan tersangka bernama Jackie Braxton tertangkap. Ternyata, klaim bahwa ia menginfeksi ratusan pria dalam video terbukti tidak benar, karena hasil tes HIV Braxton negatif.

Braxton berkilah pembuatan video itu adalah dalam rangka meningkatkan kesadaran akan bahaya AIDS.

"Jika video itu menakuti orang-orang, aku minta maaf. Aku hanya ingin mereka tahu, satu malam kesenangan bisa berujung sengsara seumur hidup," tukas Braxton seperti dilansir Timesoftheinternet . Videonya ada disini !



Saat ini tiga bayi tersebut masih berada dalam perawatan karena dilahirkan dua bulan lebih awal dan hanya memiliki bobot masing-masing 1,3 kilogram.

NEW DELHI (Suaramedia New) Usia 70 tahun bukan berarti sudah tak mungkin punya anak. Rajo Devi (70) yang menikah 50 tahun lalu melahirkan bayi perempuan pada 28 November setelah menjalani pembuahan buatan (fertilasi in vitro).

Dokter Anurag Bishnoi dari pusat fertilasi di Negara Bagian Haryana, India, Senin (8/12),

mengatakan, Rajo Devi dan suaminya, Bala Ram (72), belum memiliki anak dan meminta pusat fertilasi membantu keinginan mereka untuk punya anak. Pemindaan embrio dilakukan pada 19 April.

Seperti diberitakan harian Hindustan Times, kondisi ibu yang sudah lebih pantas dipanggil nenek itu dan bayinya sehat. Bishnoi mengklaim, Devi sebagai ibu tertua di dunia. Bala Ram sebelumnya sudah menikah dengan saudari Devi selama 10 tahun, tetapi belum dikaruniai anak. Istri keduanya ini juga tak dikaruniai anak.

Tidak jelas bagaimana proses lewat pembuahan ini bisa berhasil. "Semua ini lewat teknik ilmiah," ujar Bishnoi.

Rajo Devi menjadi ibu tertua di dunia sekalipun pada Juli seorang ibu di India yang berusia 70 tahun melahirkan bayi kembar lewat cara yang sama. Seorang ibu berusia 66 tahun di Spanyol melahirkan bayi kembar pada 2006.

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/