DALAM seminggu ini dua kali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbicara soal mosi tidak percaya atau pemakzulan. Isu itu pertama kali dilontarkannya pada 21 Januari lalu di Istana Bogor, di hadapan tujuh pimpinan lembaga tinggi negara.

Katanya, mosi tidak percaya yang berlangsung pada era demokrasi parlementer tidak berlaku lagi pada era presidensial. Yang ada ialah antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif saling mengisi dan mengimbangi. Ucapan senada diulangi lagi pada pertemuan antara Presiden SBY dan para petinggi TNI yang menghadiri Rapat Pimpinan TNI kemarin.

Selain itu, di hadapan para perwira tinggi TNI Presiden SBY menekankan bahwa kebijakan pemerintah tidak bisa dipidanakan. Kita patut bertanya, mengapa Presiden SBY sampai bertubi-tubi bicara soal mosi tidak percaya atau pemakzulan? Apakah benar kebijakan pemerintah tidak dapat dipidanakan?

Pemakzulan

Bila kita perhatikan mimik wajah dan nada Presiden SBY dalam melontarkan isu mosi tidak percaya atau pemakzulan, tampak jelas betapa Presiden SBY berada dalam kegelisahan yang amat besar. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan Presiden SBY gusar.

Pertama, partai-partai koalisi pendukung pasangan SBY-Boediono sejak munculnya kasus Bank Century ternyata kini mengalami perpecahan karena mereka memiliki posisi dan kepentingan politik masing-masing yang tidak jarang berbeda dengan Partai Demokrat, partai Presiden SBY.

Kedua, perpecahan itu membuat skandal Bank Century menjadi bola liar yang sulit dikendalikan di dalam Pansus Hak Angket DPR yang membahas soal itu. Ketiga, tekanan politik terhadap Pansus Bank Century agar menyelesaikan persoalan itu secara jernih, bijak, dan transparan bukan hanya datang dari kalangan intelektual, melainkan juga sudah merambah massa rakyat.

Gelombang demonstrasi merayakan Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember 2009 bukan mustahil akan menjelma menjadi demonstrasi yang lebih besar pada 28 Januari 2010 ini. Untuk meredam sepak terjang para anggota Pansus Bank Century, ada beberapa cara yang dilakukan SBY.

Langkah pertama yang pernah dilakukannya dan gagal ialah mengancam partai-partai anggota koalisi bahwa SBY akan meninjau kembali kontrak politiknya karena tidak sedikit anggota koalisi yang berkhianat atau posisinya berseberangan dengan posisi Partai Demokrat.

Ancaman ini ada yang bersifat terbuka, tapi ada juga yang tertutup, termasuk sebelum mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dipanggil Pansus Hak Angket Bank Century untuk bersaksi dan mengungkapkan apa yang ia ketahui soal bailout bank tersebut. Langkah ini ternyata tidak mampu menekan para anggota koalisi untuk mendukung posisi pemerintah di dalam sidang-sidang pansus tersebut.

Senjata pamungkas kedua yang digunakan Presiden SBY untuk mengendurkan tekanan politik soal impeachment atau pemakzulan ialah dengan mengundang para pimpinan lembaga-lembaga tinggi ke Istana Bogor untuk “memiliki pandangan yang sama bahwa mosi tidak percaya atau pemakzulan tidak berlaku lagi”. Upaya ini ternyata mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak yang menilai bahwa berkumpulnya para petinggi lembaga negara tersebut amat tidak etis.

Apalagi jika ada kesepakatan untuk tidak memberlakukan pemakzulan, sesuatu yang sesungguhnya dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945, yang sudah empat kali diamendemen). Jika benar ada kesepakatan politik tersebut, berarti secara langsung para pemimpin lembaga tinggi negara itu melanggar konstitusi negara! Mari kita tengok Pasal 7A dan Pasal 7B beserta ayat-ayatnya yang mengatur pemakzulan terhadap presiden dan wakil presiden baik secara sendiri-sendiri maupun dalam satu paket.

Meskipun sulit untuk dilaksanakan, pemakzulan adalah suatu yang diatur dalam konstitusi negara kita dan karena itu ia bukanlah “barang haram”. Tak cuma itu, Presiden SBY kemudian juga mengungkapkan soal pemakzulan itu ke Rapat Pimpinan TNI. Kita semua tahu bahwa kebijakan negara memang tidak dapat dipidanakan.

Meminjam pendapat pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin, kebijakan itu hanyalah secarik kertas dan karena itu tak bisa dipidanakan! Namun, jika ada proses yang tidak benar di dalam pengambilan keputusan menuju keluarnya kebijakan negara itu, kita patut mempertanyakan apakah ada penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tersebut.

Pernyataan Presiden di hadapan peserta Rapat Pimpinan TNI juga menimbulkan tanda tanya besar, untuk apa TNI diajak bicara soal suatu kebijakan yang tidak ada kaitannya dengan militer atau pertahanan negara? Ini dapat menarik TNI kembali ke ranah politik, sesuatu yang tidak kita inginkan. Pimpinan TNI memang harus mengerti persoalan politik kenegaraan.

Akan tetapi kita jangan sekali-sekali mengajak TNI untuk terjun ke panggung politik kembali karena ini bertentangan dengan prinsip reformasi internal TNI yang telah berlangsung selama 11 tahun ini. Presiden SBY tampaknya sedang mengalami suatu kegelisahan yang amat sangat. Ia bukan hanya bicara soal pemakzulan atau mosi tidak percaya saja, tapi juga meminta masyarakat untuk mengerti bahwa adanya upaya untuk membunuhnya bukanlah isapan jempol.

Pernyataan ini diulang-ulang oleh SBY dengan nada yang melankolis, sesuatu yang tidak pantas dilakukan oleh seorang presiden di hadapan rakyatnya. Dalam situasi krisis apa pun, seorang pemimpin negara harus tegar dan percaya diri, bukan gelisah atau cengeng! Pemimpin negara harus memimpin dan melindungi rakyatnya, bukan sebaliknya minta dimengerti atau dilindungi oleh rakyatnya.

Jika tidak ada hal-hal buruk yang dilakukan Presiden SBY terkait dengan dana talangan terhadap Bank Century, untuk apa ia sibuk mencari kesepakatan politik di antara para pemimpin lembaga-lembaga tinggi negara soal berlaku tidaknya pemakzulan atau mosi tidak percaya? Mosi tidak percaya hanya ada di dalam sistem parlementer.

Di dalam sistem presidensial diatur bahwa DPR dapat melakukan fungsi pengawasan melalui hak angket Dewan. Ini disusul dengan penyampaian usul dan pendapat Dewan yang juga diatur dalam konstitusi kita. Dari sini DPR dapat mengajukan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden yang harus didukung sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Usul DPR itu harus diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi.

Jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum, DPR dapat mengusulkan MPR bersidang. Proses ini tidak mudah dan memakan waktu. Jika SBY dapat mengelola kekuasaannya terhadap partai-partai koalisinya, sebenarnya ia tak perlu takut dengan akan adanya pemakzulan. Lalu, mengapa Presiden SBY amat gelisah belakangan ini? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.(*)

IKRAR NUSA BHAKTI
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI   

Opini Okezone 26 Januari 2010



Yang Akan Ikut Mayat Adalah Tiga hal yaitu:
1. Keluarga
2. Hartanya
3. Amalnya

Ada Dua Yang Kembali Dan Satu akan Tinggal Bersamanya yaitu;
1. Keluarga dan Hartanya Akan Kembali
2. Sementara Amalnya Akan Tinggal Bersamanya.

Maka ketika Roh Meninggalkan Jasad…Terdengarlah Suara Dari Langit Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan..

* Apakah Kau Yang Telah Meninggalkan Dunia, Atau Dunia Yang Meninggalkanmu
* Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Harta Kekayaan, Atau Kekayaan Yang Telah Menumpukmu
* Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Dunia, Atau Dunia Yang Telah Menumpukmu
* Apakah Kau Yang Telah Mengubur Dunia, Atau Dunia Yang Telah Menguburmu."

Ketika Mayat Tergeletak Akan Dimandikan….Terdengar Dari Langit Suara Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan…

* Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat, Mengapa Kini Te rkulai Lemah
* Mana Lisanmu Yang Dahulunya Fasih, Mengapa Kini Bungkam Tak Bersuara
* Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar, Mengapa Kini Tuli Dari Seribu Bahasa
* Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia, Mengapa Kini Raib Tak Bersuara"

Ketika Mayat Siap Dikafan…Suara Dari Langit Terdengar Memekik,"Wahai Fulan Anak Si Fulan

* Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha
* Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah

Wahai Fulan Anak Si Fulan…

* Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan Nun Jauh Tanpa Bekal
* Kau Telah Keluar Dari Rumahmu Dan Tidak Akan Kembali Selamanya
* Kini Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan Yang Penuh Pertanyaan."

Ketika MayatDiusung. … Terdengar Dari Langit Suara Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan..

* Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
* Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
* Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat."

Ketika Mayat Siap Dishalatkan….Terdengar Dari Langit Suara Memekik, "Wahai Fulan Anak Si Fulan..

* Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan Kelak Kau Lihat Hasilnya Di Akhirat
* Apabila Baik Maka Kau Akan Melihatnya Baik
* Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk."

Ketika MayatDibaringkan Di Liang Lahat….terdengar Suara Memekik Dari Langit,"Wahai Fulan Anak Si Fulan…

* Apa Yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu Yang Luas Di Dunia Untuk Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini

Wahai Fulan Anak Si Fulan…

* Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis
* Dahulu Kau Bergembira,Kini Dalam Perutku Kau Berduka
* Dahulu Kau Bertutur Kata, Kini Dalam Perutku Kau Bungkam Seribu Bahasa."

Ketika SemuaManusia Meninggalkannya Sendirian… .Allah Berkata Kepadanya, "Wahai Hamba-Ku…. .

* Kini Kau Tinggal Seorang Diri
* Tiada Teman Dan Tiada Kerabat
* Di Sebuah Tempat Kecil, Sempit Dan Gelap..
* Mereka Pergi Meninggalkanmu. . Seorang Diri
* Padahal, Karena Mereka Kau Pernah LanggarPerintahku
* Hari Ini,….
* Akan Kutunjukan Kepadamu
* Kasih Sayang-Ku
* Yang Akan Takjub Seisi Alam
* Aku Akan Menyayangimu
* Lebih Dari Kasih Sayang Seorang Ibu Pada Anaknya".

Kepada Jiwa-Jiwa Yang Tenang Allah Berfirman, "Wahai Jiwa Yang Tenang

* Kembalilah Kepada Tuhanmu
* Dengan Hati Yang Puas Lagi Diridhai-Nya
* Maka Masuklah Ke Dalam Jamaah Hamba-Hamba- Ku



Para narapidana di negara bagian India, Madhya Pradesh akan dibebaskan lebih awal bila mereka menyelesaikan latihan yoga. Setiap narapidana yang menjalani latihan yoga selama tiga bulan, maka hukuman mereka akan diperpendek selama 15 hari.

Pihak berwenang mengatakan yoga membuat para tahanan lebih mampu menahan diri dan mengurangi tindakan agresif mereka. Sebanyak empat ribu tahanan sudah memanfaatkan peluang tersebut, dan banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai guru yoga.

"Yoga bagus untuk menjaga kebugaran, membuat jiwa lebih tenang, mengurangi stress dan menahan nafsu marah," kata Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan India, Sanjay Mane.

"Ketika seorang narapidana ikut kursus yoga, dan memenuhi beberapa kondisi lain, mereka akan dipertimbangkan untuk mendapatkan pengurangan hukuman, bila kepala penjara memberi rekomendasi." tambah Mane.

Para narapidana juga bisa mendapatkan pengurangan hukuman bila mereka ikut kursus buta aksara atau pelajaran untuk mendapatkan ijasah resmi. Seorang narapidana di penjara Gwalior, Narayan Sharma - yang sekarang sudah menjadi guru yoga - mengatakan latihan pernapasan ini telah membuat mampu menghilangkan "pikiran marah" dari benaknya. "Pikiran-pikiran itulah yang membuat saya melakukan tindak kriminal." katanya.

"Saya berharap setelah kami dibebaskan, kami bisa menggunakan apa yang sudah kami pelajari dan mempromosikan yoga di masyarakat, sehingga orang-orang tidak lagi melakukan tindak kriminal."


"Perbuatan jujur akan mengantar ke surga dan perbuatan dusta akan mengantarkan ke neraka." Demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Sabda itu sejatinya mengajarkan pada setiap manusia di muka bumi, khususnya yang berkedudukan mapan atau mendapatkan kepercayaan publik untuk menduduki pos strategis dalam menegakkan kejujuran dan tidak memberlakukan dusta (pembodohan). Kenapa fokus pembumian kejujuran ditujukan pada elite negara? Pasalnya, yang bisa membangun dan merobohkan 'surga' di negeri ini adalah kelompok strategisnya.


Kelompok strategis yang menentukan berdirinya 'surga' memang elite kekuasaan. Mereka ini sudah dipercaya masyarakat, yang amanat ini bersentuhan atau berelasi dengan kewajiban memenuhi kepentingan masyarakat. Jika kepentingan (hak-hak) masyarakat dilindungi dan dimediasi, seperti hak bebas dari diskriminasi dan perlakuan yang semena-mena, elemen kekuasaan ini berjasa menegakkan 'surga'.

Sebaliknya, ketika elite negara terkerangkeng dalam ketidakjujuran, mengamankan, dan suka menyelamatkan borok dengan cara mendustai masyarakat, mereka identik dengan menghadirkan 'neraka' di tengah masyarakat. Minimal yang terkait dengan peran strategis yang dimainkannya.

Sayangnya, elite kekuasaan di negeri ini masih lebih akrab mengemas perannya untuk menghadirkan 'neraka' daripada 'surga'. Ketidakjujuran lebih sering dan akrab dimenangkannya jika dibandingkan dengan menunjukkan diri sebagai pengabdi dan pembumi amanah secara istikamah. Mereka terperosok dalam praktik-praktik pengabaian dan peminggiran objektivitas, dan lebih suka memproduksi pembohongan di mana-mana.

Nyaris sulit mencari lembaga-lembaga strategis yang berelasi dengan layanan publik yang menunjukkan misi sebagai penegak kejujuran. Terbukti, baru satu lembaga yang disidak tim khusus (Satgas Antimafia Peradilan), sudah ditemukan borok yang mengerikan.

"Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, melainkan informasi di tangan orang banyak," demikian pernyataan John Neisbith yang mengingatkan kita tentang strategis dan fundamentalnya kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan dan mendistribusikan informasi. Semakin banyak informasi objektif atau bermuatan kejujuran yang diperoleh masyarakat, masyarakat akan mendapatkan kekuatan hebat.

Secara a contrario, kalau masyarakat dijauhkan, dialinasikan, dan dieliminasikan dari sumber informasi objektif atau jujur, berarti masyarakat dibuatnya kehilangan hak keberdayaannya. Kalau sampai masyarakat tidak berdaya atau kehilangan kekuatan fundamentalnya, berarti masyarakat ini tidak akan mampu atau kecil kemungkinannya bisa sukses mewujudkan mimpi-mimpi besarnya, di antaranya gagal meraih kesejahteraan hidup, terganjal mewujudkan demokratisasi, dan termarjinalisasi penegakan supremasi hukum yang benar-benar berpihak kepadanya, atau gagal menikmati kehidupan di negara yang menyuburkan 'surga'.

Apa yang diingatkan Neisbith sejatinya dapat dijadikan sebagai 'kritik radikal' terhadap setiap elemen bangsa, yang selama ini masih gagap dalam mewujudkan amanat jabatan atau kekuasaannya, dan belum menunjukkan komitmennya secara cerdas dan maksimal dalam membangun masyarakat inklusif, beradab, cerdas, demokratis, dan suka menegakkan keadilan.

Memang suatu kegagapan masyarakat umumnya mudah terbaca lewat tanda-tanda masih lekatnya penyakit atau borok yang dipertahankan, yang penyakit atau borok ini 'menghegemoni' kepribadian elitenya. Hegemoni penyakit atau borok tidak berusaha dibedah, disembuhkan, atau didekonstruksinya. Pasalnya akibat dari 'kompilasi patologi' ini, mereka mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit. Hegemoni borok ini dapat terbaca kelanjutannya manakala elite kita ternyata lebih suka bermain sandiwara yang lebih memenangkan dirinya sebagai demagogis (sang penipu), dan bukan sebagai elite pemimpin yang populis dan berkejujuran.

Pertimbangan komunitas elite itu menunjukkan kalau dalam dirinya sudah mengidap krisis dan 'kematian' jiwa kenegarawanan, lebih terfokus pada pengemasan perilaku demagogis guna menjadi magnet yang mendatangkan keuntungan. Mereka ini berhasil mengemas dirinya lewat agregasi dan aksi serta konspirasi yang menunjukkan sebagai pribadi yang pecah (split personality).

'Pribadi pecah' tersebut mencerminkan sosok manusia Indonesia yang berstigma elitis, yang menyembunyikan kebenaran, mengamputasi kejujuran, mengimpotensikan keadilan, atau mengendapkan objektivitas, atau dalam keseharian perilakunya, khususnya yang berelasi dengan kepentingan fundamental bangsa seperti perlindungan atau penegakan hak-hak publik, tidak ditunjukkan secara transparan dan objektif.

Sosok seperti itu umumnya sibuk menjadi oportunis di zona 'basah' atau giat menciptakan lubang-lubang yang menguntungkannya, meskipun demi memenuhi syahwat keserakahannya itu, hak-hak masyarakat (HAM) dikorbankan atau ditumbalkannya. Salah satu modusnya dengan menciptakan wacana publik yang membingungkan, mengaburkan, atau menyebarkan informasi dengan bahasa bias yang tentu saja mengandung rekayasa sistemik gaya sosok demagogis.

Cara seperti itu sudah lama 'diwahyukan' Nicollo Machiavelli lewat kalimat populer het doel heiling de middelen atau segala cara apa pun boleh (halal) dilakukan, asalkan kepentingan (tujuan) bisa diraih. Kejujuran, kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran harus dihalang-halangi atau dimatikan supaya tidak menjadi serigala yang mengaum sehingga segala bentuk penipuan (dusta) tetap bisa tampil menjadi pemenangnya.

Perilaku oknum pejabat yang suka memalsukan kejujuran atau menjadikan kejujuran sebagai objek permainan merupakan tampilan pribadi 'berkedaulatan demagogis'. Itu tentu akan semakin membuat atmosfer kehidupan kenegaraan lebih mengarah pada pembenaran dan penjustifikasian dugaan masih kuatnya budaya politik dan bernegara yang serbarekayasa dan bermodus ketidaktransparanan, ketidakjujuran, pembengkokan, dan bahkan barangkali pembusukan informasi (information decay) sistemik. Pembusukan itu bisa lebih vulgar dan terbuka, manakala dewan semakin nekat dalam mengkriminalisasikan diri dan komunitas oportunisnya.

Potret penghancuran surga di negeri senyatanya masih demikian hegemonik mencengkeram, yang mengakibatkan masyarakat kesulitan atau mengidap kegagapan untuk memilah mana di antaranya yang benar-benar seirama antara kata dan fakta. Masyarakat terus saja dibuatnya sebagai keranjang sampah yang dimuati akselerasi pertarungan politik memperebutkan kepentingan yang bersifat anomalistik, yang petarungnya ini sangat arogan menghadirkan dan menguatkan gaya barbarian.

Itu mengindikasikan bahwa elemen elite pejabat atau pemegang kekuasaan strategis negeri ini tidak sedikit yang belum berkeinginan kuat atau berobsesi agung untuk mengalahkan akumulasi penyakit (racun) yang menjangkiti secara kronis anatomi institusinya, atau masih bersahabat dekat dan mengintegrasi dengan beragam penyakit, yang penyakit ini bahkan dikapitalismekan dan dijadikan mesin dan amunisi politik yang mampu mendatangkan banyak keuntungan ekonomi, politik, dan kekuasaan. Elite bangsa yang menyukai dan gampang memproduksi penyakit semacam amoralitas dan kriminalisasi profesi atau profesi beraliran dan berasaskan dusta.

Dus, ke depan, tampaknya potret buram negeri ini akan semakin gelap. Pasalnya komunitas elitenya di berbagai lembaga masih belum berkeinginan bercerai dari penasbihan atau pengabsolutan kepentingan abuse of power-nya.

Oleh Prof Dr Bashori Muchsin, MSi Guru Besar dan Pembantu Rektor II Universitas Islam Malang
Opini Media Indonesia 26 Januari 2010

Seorang bernama Ranabaja mengatakan di Twitter: ”Apa pun ujung Pansus, itu akan dimulai dengan perpecahan di pangkal jalan buntu.” Blok satu mau impeachment.

Yang lain cuma mau gusur Sri Mulyani. Orang awam bingung baca tweet ini. Tidak ada harapan bahwa Pansus akan membongkar kejahatan aliran dana dan tidak ada harapan bahwa Pansus akan menyatakan Menteri Keuangan bebas dari kesalahan. Tidak akan ada keluar vonis tidak bersalah karena target partai yang diwakili dalam Pansus DPR adalah mencari kesalahan. Seperti soal ujian yang jawabannya sudah diberikan, tinggal menyusun cara penyelesaiannya.

Tanpa pretensi keilmiahan, kita bisa mengatakan bahwa sekarang ini ada dua medan perjuangan opini publik: mainstream dan social media. Mainstream didominasi oleh koran dan televisi. Social media berwujud dalam situs seperti Facebook, Twitter, dan blog. Karena media mainstream dikuasai modal besar yang berhimpit dengan kekuatan politik tertentu, sudah nyata keberpihakannya adalah pada program untuk menimpakan kesalahan Bank Century kepada Menteri Keuangan. Itu media mainstream, terutama televisi tertentu.

Adapun pada social media seperti Facebook, Twitter, dan koprol yang digerakkan oleh orang tanpa agenda politik, maka tidak ada kesimpulan tertentu di dalamnya. Yang ada hanya rasa ingin tahu, itu pun bagi yang memikirkan. Banyak yang merasa urusan politik tidak menyenangkan dan karenanya dia tidak mau ikut bersikap.

Tidak terasa oleh golongan yang tidak mau tahu ini bahwa netralitas akan menguntungkan pihak yang gencar berinisiatif, yaitu kekuatan modal dan politik yang mendorong Pansus seperti gerobak di atas jalan yang berlubang. Orang beranggapan bahwa sikap warga yang terbaik adalah netral.

Jangan saling mempengaruhi, jangan mendukung, atau menentang seseorang, kerjakan urusan sendiri tanpa terlalu terlibat politik.Pandangan begitu banyak benarnya, tapi ada buruknya. Sikap netral itu bagus kalau lingkungan kita itu netral. Katakanlah, ada keadaan ideal di mana DPR itu fair dan politisi melakukan tugasnya dengan baik. Dalam keadaan demikian, warga biasa sangat boleh jadi bersikap netral.

Kita percaya, setelah menang pemilu, Presiden akan berusaha bekerja dengan baik. Kalau ada pendapat bahwa dia tidak bagus kerjanya, hal itu mesti diurus lewat DPR dan lembaga lain. Diharapkan, DPR akan bekerja profesional menjalankan fungsinya. Kalau DPR tidak berjalan dengan semestinya, barulah warga biasa ikut bicara dan ambil sikap. Sikapnya ini diambil dari membaca koran dan menonton televisi. Sayangnya, dunia kita tidak ideal seperti itu.

Pertama, walaupun pemilihan presiden sudah selesai, masih saja banyak yang penasaran. Yang kalah pemilu tidak sabar menunggu pemilu berikut. Dikira ini seperti pertandingan sepak bola home and away. Maunya, koreksi politik disampaikan kepada presiden pilihan 2009 ini dalam 60 hari masa kerja Pansus. DPR sendiri terdiri atas partai yang tidak terlalu berminat melakukan pembinaan jangka panjang, tapi ingin aktif dalam pasar politik sekarang.

Kita sedang waspada terhadap ”markus” sekarang ini. Bagus sekali, sebab makelar kasus atau yang disingkat ”markus” itu menyelewengkan sistem peradilan. Namun, yang lebih berbahaya lagi adalah ”marpol” atau makelar politik, antara lain anggota DPR yang menjadi fasilitator harta dan kekuasaan. Secara kasatmata sudah bisa kelihatan siapa yang ”marpol” itu, dari caranya bicara, dari kebenciannya terhadap pemerintahan bersih, dan dari kerajinannya membuat cerita bohong.

Ketika kebohongannya dibongkar, marpol ini tinggal beralih ke isu lain. Ciri marpol juga bisa ketahuan dari seringnya dia muncul di acara berita sensasi, dalam acara stasiun televisi yang dimiliki orang bermasalah. Kalau sudah begini keadaannya, maka susah orang baik mengoreksi pandangan orang biasa yang sudah terpengaruh marpol.

Adolf Hitler mengatakan bahwa kalau Anda membuat kebohongan yang besar sekali, terus disampaikan sering kali dengan cara yang meyakinkan, maka akhirnya orang akan percaya. Ada yang mengatakan Sri Mulyani berbicara dengan Robert Tantular, bankir kriminal. Ini bohong besar yang disampaikan dengan berulang-ulang di acara pagi stasiun televisi. Namun, karena diulang terus dalam media besar, lama-lama orang percaya.

Setelah dibantah secara tuntas dengan bukti otentik, tetap saja pembohong itu diundang ke talk show televisi dan hadir di Pansus sebagai anggota DPR yang terhormat. Adapun orang yang membela pejabat pemerintah yang paling jujur saat ini dianggap sepi atau dipojokkan. Demonstrasi melawan penjahat ciptaan televisi tetap jalan karena mendapat dana dari partai politik yang takut kena pembersihan. Banyak kesaksian bohong yang dibiarkan berlalu, menyisakan opini publik yang rusak.

Lepas dari hasil proses Pansus, sangat disayangkan bahwa etika politik, lembaga legislasi, dan pers dikorbankan untuk kepentingan harta dan kekuasaan. Kalau Anda mau mengetahui faktanya, banyak sumber otentik yang bisa ditanyakan orang baik di Facebook dan Twitter. Namun, orang baik itu tidak punya dana besar dan tidak punya kepentingan menyerang, jadi inisiatif politik akan selalu berada di marpol dan pimpinan partai yang menggunakannya.

Seperti kita ketahui, banyak kesaksian di Pansus dilakukan oleh pejabat dan pakar yang mengatakan bahwa tidak ada rush di Bank Century. Semua mengatakan bahwa Bank Century tidak perlu dibailout. Namun, pada saat krisis terjadi pada November 2008, semua pejabat dan pakar yang sama mengatakan pemerintah harus cepat mengambil tindakan drastis. Ketika diumumkan bailout, tidak ada satu pun marpol yang berwajah pakar dan anggota DPR mengadakan proses yang serius.

Bahkan, berbulan-bulan kemudian, tidak ada suara. Baru waktu ada pemerintahan baru yang kelihatan bisa diganggu, muncul Pansus Century, tidak jauh berbeda dari Pansus Buloggate zaman Gus Dur. Pansus Buloggate tidak menyelesaikan pekerjaannya karena Gus Dur memang tidak melakukan korupsi. Namun, DPR mengambil arah langsung menjatuhkan Presiden dan berhasil.

Sekarang ini, masyarakat mencium juga bahwa ada situasi berat sebelah, apalagi setelah pejabat yang ingin dijatuhkan oleh Pansus tampil dengan jujur, seadanya, dan tidak bisa digoyahkan. Muncul kehilangan arah di kalangan Pansus. Ada yang mengusahakan rencana darurat dengan mengusahakan kompromi politik. Namun, keinginan menjatuhkan pemerintah tetap kuat, paling tidak melemahkannya secara signifikan supaya pihak yang kalah pemilu bisa ikut berbagi inisiatif politik. Kelihatannya semua serbasusah.

Sekarang kunci ada di tangan masyarakat, warga biasa. Pihak pemerintahan bersih kalah suara di DPR dan media mainstream. Namun social media mempunyai cerita lain. Warga biasa punya sikap independen. Ini bisa dilihat di Facebook dan Twitter dan blog yang tidak mudah digusur ke dalam agenda politik. Namun, warga biasa juga susah membentuk sikap politik walaupun sekadar untuk mempertahankan yang benar.

Meski begitu, proses penyadaran politik harus dimulai. Tiap orang memilih anutan moral secara sukarela tanpa paksaan, tanpa uang. Jika satu saat Presiden harus memilih di antara pihak yang menekan dan pihak yang ditekan, paling tidak warga biasa harus punya sikap yang bisa menjadi referensi untuk keputusan terakhir.(*)

WIMAR WITOELAR

Opini Okezone 25 Januari 2010



Mengajak pasangan berkencan dengan aktivitas membosankan dan monoton bisa membuat hubungan hambar. Makan malam romantis dan nonton di bioskop mungkin aktivitas itu sudah biasa. Coba cari cara lain atau tempat lain yang bisa bikin suasana romantis makin 'panas'.

Berikut beberapa lokasi yang bisa jadi pilihan Anda untuk mengajak si dia bersenang-senang. Mengajak pasangan ke salah satu tempat ini mungkin bisa menjadi momen tak terlupakan untuk Anda berdua.

1. Kencan di alam terbuka
Bau mawar di kebun raya atau taman botani, embusan angin sejuk dari rumput dan pepohonan berbunga bisa memberikan suasana kencan yang berbeda. Luangkan sedikit waktu untuk duduk di dekat air mancur juga bisa memberi kesan romantis. Bisa juga bersantai dengan pasangan sambil menyesap secangkir teh di kafe alam terbuka sambil menikmati pemandangan alam bisa menciptakan kemesraann Anda dan pasangan.

2. Tersesat kebun teh
Tersesat berduaan saat berada di kebun teh bisa menjadi momen yang indah buat Anda berdua. Ini mungkin memakan waktu beberapa jam bagi Anda untuk menemukan jalan pulang. Tapi, siapa yang peduli. Setelah selesai, coba tenangkan diri dengan mengajaknya makan jagung bakar atau wedang ronde hangat. Cara ini bisa makin memeberikan kehangatan antara Anda dan dia. Tertarik? Anda bisa mengajaknya ke daerah Puncak, Jawa Barat.

3. Klub Komedi
Tertawa bersama di sebuah klub komedi bisa bikin suasana kencan lebih menyenangkan. Bersiaplah untuk tertawa bersama. Jika berhasil menciptakan tawa, si dia akan berpikir bahwa Anda adalah wanita menyenangkan dan punya selera humor.

4. Taman Hiburan
Menghabiskan hari berjalan di sekitar taman hiburan. Mencari waktu untuk mengobrol saat Anda menunggu dalam antrean untuk naik suatu wahana atraksi, dan berbagi sekantong permen kapas bisa jadi suasana romantis. Sebagai kenangan, berfoto berdua sambil menjerit saat Anda menuruni bukit dengan roller coaster bisa jadi kenangan tak terlupakan.

5. Akuarium
Dipenuhi dengan ikan, dan kura-kura, tidak ada satupun tempat yang bisa memancarkan cinta lebih dari akuarium. Berjalan-jalan sambil menyusuri lorong sambil memandangi makhluk favorit Anda, dan si dia akan melihat betapa cantiknya Anda ketika diterangi dengan cahaya dari dalam kaca akuarium.

6. Bungee Jumping
Untuk kencan akhir pekan pilih yang bisa membangkitkan adrenalin, bungee jumping bisa jadi pilihan untuk memompa adrenalin Anda berdua. Mintalah 'harness' ganda, yang bisa melekat satu sama lain saat Anda melayang di udara. Tapi, jangan berteriak-teriak di telinganya. Setelah Anda selamat dari pengalaman yang bikin jantung bergetar, rencanakan kembali untuk melakukan kencan ekstrim berikutnya. Skydiving mungkin bisa jadi agenda berikutnya.

7.Menanam Pohon
Jika Anda adalah tipe orang yang sadar lingkungan,coba cek agenda menanam sejuta pohon yang biasa dilakukan kelompok pecinta lingkungan. Ikut dalam kegiatan itu bisa menjadi pilihan kencan menyenangkan buat Anda dan pasangan.

Menanam pohon dan bunga-bunga di sebuah taman kota, selain bisa memperbaiki lingkungan juga bisa 'menyuburkan' hubungan Anda dan dia. Ini juga bisa jadi pelajaran untuk menghargai adanya hubungan kerjasama. Setelah lelah menanam, menyambangi toko makanan kesehatan terdekat untuk membeli buah segar pasti sangat menyenangkan.

8. Mengayuh dayung
Meluncur di sekitar danau di sebuah perahu sambil mendayung bersama pasti sangat menyenangkan. Coba mendayung secara bergantian dan cobalah untuk mempertahankan keseimbangan agar tidak goyang dan perahu terbalik.

Jika Anda merasa berani, ciptakan lagi sensasi yang lebih menantang tapi romantis. Berikan si dia ciuman saat Anda berdua di atas perahu. Dijamin, ini adalah kejutan menyenangkan untuknya.

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/