Nileen Namita, 49 tahun asal Brighton mengubah wajahnya menjadi mirip seperti Ratu jaman kuno Mesir, Ratu Nefertiti- yang dalam sejarahnya dianggap sebagai wanita paling mempesona, dengan julukan The Beauty of the Nile.

Adapun hal itu dilakukan Nileen karena dirinya merasa dirinya adalah reinkarnasi dari Ratu Nefertiti.

Perubahan wajahnya sendiri sudah dimulai lebih dari 20 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1987 dimana selama itu Nileen telah menghabiskan uang £200,000 (sekitar Rp 3.054.210.000) hanya untuk merubah wajahnya seperti Ratu Mesir jaman kuno dulu.


"Lewat masa kanak-kanak dan remaja, aku terus menerus bermimpi tentang ratu jaman kuno ini.

Mimpi-mimpi itu merupakan pandangan dari intensitas atau kekuatan yang menakjubkan â€" aku bisa melihat dimana dia tinggal, pembantu-pembantunya, kamar-kamarnya, bahkan makanan yang dia makan â€" dan meski awalnya aku mendapati mimpi-mimpi itu menakutkan, aku mulai mencari tahu apa maksud dari mimpi-mimpi itu.

Usia 23, aku menjalani analisa psikologi dengan seorang konselor. Perlahan-lahan, aku mulai menyadari kalau aku bermimpi tentang itu semua karena aku adalah reinkarnasi dari Nefertiti.

Beberapa minggu kemudian aku melihat sebuah foto Nefertiti untuk pertama kali dan aku terkejut dengan kefamiliaran foto tersebut.

Aku tahu beberapa orang bakal sulit untuk mengerti kenapa aku harus melakukan begitu banyak operasi, tapi setelah itu pengelihatan-pengelihatan itu semakin menjadi lebih kuat. Aku memutuskan untuk melakukannya sehingga aku terlihat menjadi versi modern-nya Nefertiti," cerita Nileen seperti diberitakan Dailymail.co.uk.

Adapun dalam prosesnya hingga menghasilkan wajahnya seperti saat ini, Nileen harus menjalani sekitar 51 operasi yang terdiri dari 8 kali operasi hidung, 3 kali implant dagu, satu kali pengangkatan alis mata, 3 kali facelit (pengangkatan wajah), 6 kali mini facelit, 2 kali operasi bibir, 5 kali operasi mata, dan 20 minor tweak.

Meski sudah menjalani 51 operasi, namun Nileen ternyata berencana menambah operasi lagi karena dirinya merasa wajahnya yang sekarang belum sempurna. Bahkan dirinya menganggap wajahnya yang sekarang sebagai karya yang masih dalam perkembangan.

"Aku kepingin bibirku dibuat sedikit lebih bagus dan berencana untuk melakukan beberapa operasi lagi pada hidungku untuk menyeimbangkan lubang hidungku," ujarnya lagi.

Lalu gimana juga ya reaksi keluarganya dengan operasi dan wajah baru Nileen, ya?


Dalam berbagai survei, reputasi SBY dikatakan menurun karena ia tidak mampu menjaga kredibilitas maupun integritasnya. Meski survei tak sepenuhnya menunjukkan realitas sebenarnya yang terjadi di tengah masyarakat, paling tidak survei tetap dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Seperti sebuah survei yang dilakukan Indo Barometer, sejak 8 sampai 18 Januari 2010, bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY mencapai 75%, tapi jumlah itu menurun jika dibandingkan dengan survei sebelumnya pada Agustus 2009 yang mencapai 90%.


Berbagai persoalan politik dan hukum di pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II yang baru seumur jagung membuat reputasi SBY menurun. Demikian yang disampaikan Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari dalam acara diskusi Polemik Trijaya FM, di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (23/1/2010).

Kemudian ditambahkan, bahwa tingkat kepuasan 90% yang diperoleh SBY pada pertengahan tahun lalu sebenarnya adalah angka euforia, karena presiden baru saja terpilih. Berbeda dengan SBY, Wapres Boediono posisinya lebih kurang beruntung. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap mantan Gubernur BI ini hanya sebesar 44%.

Hal itu terjadi karena Boediono terganggu oleh proses penyelidikan kasus Century, sehingga yang muncul kemudian adalah fakta bahwa publik tidak melihat kinerja Boediono setelah menyandang jabatan wakil presiden. Ironisnya, opini di masyarakat merasa dia tidak bekerja. Pencitraan yang dominan di masyarakat atas sosok guru besar UGM itu semata-mata adalah orang yang bersalah dalam kasus Bank Century.

Pentingnya kredibilitas

SBY dalam hal ini harus kembali membangun kepercayaan rakyat agar tidak terjadi distrust pada pemerintah terus-menerus. Kredibilitas itu sangat penting. Tanpa kredibilitas, SBY tak bisa memimpin dengan baik. Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan.

Adapun integritas berarti menyeluruh dan lengkap. Seorang pemimpin yang memiliki integritas mampu memaralelkan atau mengonsistensikan nilai-nilai, kepercayaan, atau ideologi yang diyakininya dengan apa yang ia katakan atau kerjakan. Integritas terjadi ketika pemikiran sejalan dengan perkataan dan perbuatan.

Sehubungan dengan integritas ini, kita dapat mendapuk nasihat bijak Confucius bahwa para kesatria sejati adalah mereka yang tidak berpidato mengenai apa yang mereka lakukan, sampai mereka melakukan apa yang mereka pidatokan. Adapun Fukuyama dalam bukunya Trust: The Social Virtual and The Creation of Prosperity (1995) memaknai kepercayaan sebagai moralitas yang mendasari tingkat saling-kepercayaan dalam masyarakat.

Masyarakat yang tingkat saling kepercayaannya rendah ia sebut low trust society. Sebaliknya yang tingkat kepercayaannya tinggi ia sebut high trust society. Hal ini tak hanya berhenti pada interaksi ekonomi satu sama lain, tetapi mencakup pula hubungan sosial yang lebih kompleks.

Membangun kepercayaan rakyat

Mengenai keberhasilan pemerintah membangun kepercayaan rakyat, SBY kiranya dapat melihat apa yang dilakukan Untung Wiyono, Bupati Sragen, yang membuat gebrakan untuk memajukan daerah yang dipimpinnya. Dari daerah tertinggal menjadi kota terbaik dengan meraih penghargaan adipura enam tahun berturut-turut. Bupati yang pandai mendalang itu memanfaatkan kepandaiannya mendalang sebagai alat berkomunikasi untuk dekat dengan rakyat.

Selain itu, ia juga membangun jaringan teknologi informasi sebagai akses komunikasi dengan rakyat yang menghubungkan antardesa, kecamatan, hingga kabupaten. Kondisi ini memudahkan komunikasi dan saling tukar data antarwilayah, juga efisiensi dalam kerja birokrasi. Sebuah prestasi tersendiri ketika seorang bupati mampu memperjuangkan sebuah efisiensi birokrasi yang tentu telah sangat didambakan masyarakat selama kurun waktu panjang.

Ada lagi, Bupati Gorontalo David Bobihu Akib dengan konsep government mobile-nya, yaitu bergerilya dalam bekerja dan melayani masyarakat. Ia dan sejumlah stafnya tidak berkantor di gedung kabupaten, tapi membuka kantor di rumah-rumah penduduk di tingkat kecamatan sampai perdesaan secara bergilir. Mereka berusaha hadir di tengah masyarakat. Konsep yang diciptakan dan dijalankannya itu telah memperoleh sejumlah penghargaan, baik nasional maupun internasional.

Ada lagi keunikan lain dari Bupati David ini, yaitu kebijakannya meniadakan pos satpam dan pagar yang biasanya membentang di seputar kediaman negara. Tidak adanya pagar itu memudahkan masyarakat Gorontalo untuk menemuinya kapan saja. Bahkan dikisahkan, sampai-sampai ada seorang warganya yang minta uang untuk biaya kawin saja diladeninya di rumah dinas bupati. Maka dari itu, David sangat pantas masuk dalam jajaran 10 bupati terbaik di negeri ini.

Kedua pejabat publik tersebut mendapat tempat di hati masyarakat sebagai pemimpin yang baik. Keduanya memang pantas dicatat sebagai tokoh yang menghadirkan perubahan. Bukankah, pemimpin dikatakan baik atau tidak baik tergantung pada reputasinya. Dalam reputasi yang baik, melekat kredibilitas dan integritas sehingga pantas memiliki kepercayaan yang tinggi.

Sebaliknya, kepercayaan bisa jatuh karena susutnya kredibilitas dan anjloknya atau bahkan sirnanya sebuah integritas. Hanya pemimpin otentik yang mampu menjaga kredibilitas dan integritasnya. Masyarakat pun sangatlah mendambakan adanya sosok pemimpin sedemikian untuk segera mengatasi berbagai ‘kisruh’ politik yang berimplikasi terhadap sektor ekonomi, sosial dan lain-lain sehingga kebutuhan dan kepentingan rakyat segera bisa optimal ditegakkan di negeri ini.

Oleh Jannus TH Siahaan Mahasiswa Program S-3 bidang Sosiologi Universitas Padjadjaran Bandung
Opini Media Indonesia 2 Februari 2010

Secara historis, lembaga Nahdlatul Ulama (NU) lahir di tengah-tengah kondisi sosial yang dapat dikatakan memprihatinkan. Ketidaktentraman dan morat-maritnya bangsa kala itu akibat ganasnya kaum kolonial menyebabkan segmen tatanan masyarakat kacau, baik dari ranah politik, ekonomi pendidikan maupun budaya.



Tidak hanya itu, segala sumber daya alam yang menjadi penggerak poros perekonomian bangsa pun dieksploitasi secara masif tanpa menyisakan sedikitpun untuk bangsa ini. Demikian pula dengan masa depan pendidikan kita.
Berangkat dari fenomena itulah, kemudian lahir lembaga NU yang dimotori oleh KH Hasyim Asy’ari, pada 31 Januari 1926 sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam yang mengusung prinsip-prinsip dasar seperti tawazun (seimbang), tawassut (moderat) dan al-adalah (adil).
NU lahir sebagai gerakan dakwah yang berafiliasi di wilayah pedesaan (tradisional), dan kemudian dikenal sebagai golongan atau gerakan dakwah kultural. Gerak perjalanan NU semata-mata dilatarbelakangi oleh kondisi sosial masyarakat kala itu yang bercorak tradisional agraris atau dalam bahasanya filosof Perancis Jean Baudrillard dalam kondisi primitif.
Prinsip moderat yang diusung NU tidak hanya bertujuan untuk menengahi perbedaan-perbedaan paham keagamaan maupun paham yang cukup panas saat itu, tetapi juga untuk menciptakan kearifan universal dalam menyikapi segala problematika sosial yang terjadi.
Demikian juga dengan prinsip-prinsip yang dikedepankan NU, yakni menciptakaan keseimbangan dan kesetaraan sosial. Dalam rangka menghilangkan kesenjangan sosial antar kaum elite dengan rakyat kecil atau kebanyakan, seperti saat ini yang sering dipamerkan para birokrat kita.
Prinsip mendasar yang dikedepankan NU yang realistis untuk saat ini adalah tentang prinsip keadilan. Keadilan merupakan prinsip vital dalam mencapai kemaslahatan. Apabila prinsip ini telah pudar dan semakin jauh dari kehidupan manusia, maka yang terjadi adalah ketimpangan sosial.
Terbukti dengan berbagai adegan yang menghiasi wacana kita akhir-akhir ini. Mulai dari kasus Mbah Minah, yang gara-gara mengambil tiga buah kakao seharga ribuan rupiah saja mengharuskan dirinya mendapatkan denda dan proses hukum secara berlebihan. Sementara para koruptor dengan leluasa bergerak mencuri uang rakyat maupun negara bermiliar-miliar tanpa perasaan bersalah.
Untuk itu, pilihan jalur dakwah NU di atas semata-mata sebagai strategi pendekatan terhadap masyarakat mayoritas berdasarkan tuntutan kondisi dan realitas yang sedang berlangsung. Ini penting sebagai langkah mewujukan cita-cita para pencetusnya. Meskipun begitu, perlu dingat bahwa jangan sampai lembaga NU ini terkena sihir dengan prestasi yang “itu-itu saja”. Semakin bertambahnya umur juga harus diimbangi dengan kemajuan, jangan sampai stagnan apalagi kemunduran.
Dari awal NU begitu sensitif melihat perkembangan masyarakat yang tidak seimbang. Di bidang pendidikan misalnya, masyarakat periferal (pedesaan) jauh tertinggal dari masyarakat perkotaan yang notabene dihuni kelompok masyarakat borjuis. Tingkat perkembangan pendidikan masyarakat perkotaan relatif lebih maju karena didukung fasilitas yang lebih memadai.
Ketidakseimbangan inilah yang mendorong NU untuk (tetap) melakukan pendampingan dengan berbagi macam cara. Umpamanya lewat lembaga-lembaga pesantren. NU kemudian memantapkan posisi sebagai Ormas yang benar-benar prorakyat bawah. Hal inilah yang dibela mati-matian oleh almahrum Abdurrahman Wahid atau lebih akrab dipanggil Gus Dur.
Tantangan
Hingga saat ini, pilihan jalur dakwah (kultural) ini tetap dipertahankan. Jalur kultural atau tradisional ini tampaknya telah mengideologi bagi NU. Persoalannya, di era yang serba modern ini, mungkinkah jalur dan sistem tersebut patut dipertahankan? Tentu saja mungkin. Namun melihat semakin ganasnya tantangan globalisai ke depan, NU tampaknya tidak cukup hanya berdiri di garis periferal, akan tetapi harus bisa membuka kran kedewasaan, dan ikut bersaing merebut alat-alat produksi yang sampai saat ini masih dipegang kalangan modernis. Apalagi dengan dilegalkannya pasar bebas(ASEAN-China Free Trade Agreement) sejak awal Januari, adalah identifikasi bahwa NU harus lebih dewasa menyingkapi hal ini.
Pertama, dalam sektor pendidikan misalnya, NU akan kesulitan mengejar ketertinggalannya jika hanya menggunakan sistem pendidikan berbasis kepesantrenan, tanpa membuka lembaga-lembaga pendidikan umum. Terutama untuk menunjang tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
NU semestinya juga membangun perguruan tinggi (PT) umum di wilayah perkotaan. Sebab, sangat ironis jika mengharapkan daya kompetensi yang tinggi tanpa didukung oleh sarana-prasarana atau lembaga-lembaga yang tinggi pula secara kualitas. Karena selama ini, NU belum memiliki PT yang memadai, terutama PT yang berkonsetrnasi di bidang umum.
Kedua, pengembangan ekonomi kemasyarakatan yang hanya dilakukan lewat Badan Pengembangan Masyarakat (BPM) tidak akan mampu mendongkrak tingkat kesejahteraan bangsa ini atau mengentaskan kemiskinan, jika tanpa ada upaya menyediakan lapangan kerja yang berafiliasi di wilayah-wilayah perkotaan. Ini penting dilakukan mengingat persaingan pasar global yang terus menekan perekonomian rakyat kecil.
Dengan demikian, NU-lah yang semestinya lebih berperan aktif dalam memperjuangkan hak-hak mereka untuk keluar dari penderitaan-penderitaan yang mengungkung hidup mereka. Kita tahu, bahwa banyak di antara mereka yang memilih “menikmati” penyakit yang diderita dari pada harus berobat ke rumah sakit, hal ini disebabkan mahalnya biaya berobat. Kesehatan yang pada dasarnya mejadi hak setiap warga tampak begitu susah untuk didapatkan.
Pemerintah sama sekali kurang sensitif terhadap fenomena semacam ini. Untuk itulah, dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosialnya (social responsibility) sebagai Ormas berbasis masyarakat bawah, NU semestinya menyediakan sarana-sarana yang tepat, seperti rumah sakit dan ini penting sebagai pertimbangan pada Muktamar NU ke-32 di Makasar mendatang. Jika NU tak merespons kenyataan dan kebutuhan tersebut, NU tengah mempercepat langkah menuju ambang kemunduran. - Oleh : Taufiqurraman SN, Peneliti The Hasyim Institute Yogyakarta/JIBI/Harian Jogja

Opini SOlo Pos 01 Februari 2010

Blog Archive

125x125= Rp. 35.000/month

www.smartbacklink.net/ www.smartbacklink.net/